Aku Temannya Budi

Senin, 24 November 2014

Aku pernah punya kawan, kawanku baik hatinya. Namanya Budi. Budi baik sekali. Dia suka menolong orang, diapun senang mengajarkanku cara mengerjakan pe er. Budi pintar sekali. Aku senang berteman dengan Budi. Budi juga senang berteman denganku. Budi bilang aku kawan yang baik, karena pernah memberinya buah kelapa. Padahal itu aku hanya memanjat saja. Juga kata Budi, karena aku sering memberikan dia ikan. Padahal aku hanya memancing saja. Ikan itu lalu dibakar oleh ibu Budi. Aku diajak makan bersama, rasanya enak sekali. Aku juga suka ibu Budi. Ibu Budi pintar memasak.

Nama ibu Budi adalah Aminah. Selain jago memasak, Ibu Budi juga pandai menjahit. Semua baju Budi, Bu Aminah yang jahit, kata Budi. Jahitannya bagus sekali. Aku juga mau dijahitkan baju sama Bu Aminah. Tapi aku malu mau bilang sama Bu Aminah. Ibu Aminah juga pandai bermain piano. Bunyi piano merdu sekali. Aku sering diajaknya bernyanyi. Kata Bu Aminah suaraku bagus. Setelah bermain piano dengan Bu Aminah, aku pulang ke rumahku.

Di rumahku ada ayah dan adek. Ibu sedang di pasar bersama kakak. Ayah sedang menulis, adek bermain penggaris dan pulpen. Ibuku memang suka berjualan, sehingga sekarang sudah memiliki toko yang lumayan besar di pasar sana. Kakakku senang berhitung dan memerintah orang-orang, tapi dia pintar menyuruh, sehingga yang disuruh tak merasa diperintah dan senang saja menurut. Kakakku menyuruh-nyuruh orang-orang yang bekerja di pasar ibu tentunya. Uang yang kami dapat dari toko, kata ayah dan kakak, sedikit saja. Karena ibuku sangat baik. Dia senang sekali memberi sana sini hasil penjualan dari toko sepulangnya dari pasar, sebelum sampai ke rumah. Aku senang ibu begitu. Orang yang baik disayang Tuhan, kata ayah. Aku senang ibuku disayang Tuhan. Orang yang disayang Tuhan pasti bahagia, kata ayah.

Ayahku senang menulis, sudah banyak kulihat ada buku yang ditulis ayah, sering kulihat nama ayah di toko buku. Sering lama lama aku tak sengaja berdiri di depan rak toko buku yang ada buku Ayah nya. Aku senang, seperti mau terbang, seperti balon yang membesar. Ayah bilang itu namanya bangga, katanya sambil menangis. Aku bertanya kenapa ayah menangis? Ayah bilang dia sangat senang karena aku bangga melihat nama ayah. Aku tak mengerti, kenapa senang koq malah menangis? Tapi yang aku tahu aku akan selalu bangga pada Ayah, pasti.

Adikku pintar sekali, mungkin lebih pintar dari budi. Sudah pasti adikku lebih pintar dari aku. Tapi dia tidak pandai memanjat dan memancing. Aku pikir aneh, kenapa orang sepintar adikku tak pintar pula memanjat dan memancing. Mungkin dia malas saja belajar memanjat dan memancing. Dia lebih senang berhitung dan membaca. Meski kulihat lebih banyak berhitungnya. Kakakku juga senang berhitung, tapi beda. Kakakku senang menghitung jumlah beras, garam, menetega dan gula. Sedangkan adik lebih senang menghitung tinggi gunung, rumah, luas rumah dan soal soal matematika yang kelihatannya susah sekali. Pernah kutanya Budi tentang itu, lalu kata Budi itu....... kulkas? Semacam itu, aku lupa. Tapi satu yang paling ayah ibu senangi dari kami. Kami pintar mengaji!

Aku masih ingat, waktu khatam jus 30 kemarin, aku dibelikan martabak! Aku senang sekali. Kubagi martabak pada adik, kakak dan Amon, setelah kupisahkan bagian untukku yang lebih banyak. Amon itu nama pembantu kami. Dia baik juga rajin. Diantara kami, kakak yang paling pandai mengaji. Kalau kakak mengaji, aku berhenti main gasing, adik melepas pulpen dan penggaris, ibu berhenti menghitung barang, ayah berhenti menulis. Barulah setelah kaka selesai mengaji, semua kembali seperti semula. Amon yang tadinya cuma berdiri bengong sambil memegang gagang sapu juga jadi kembali menyapu. Aku senang mendengar kakak mengaji. Aku mau pandai mengaji seperti kakak. Kalau sudah malam, kami semua pergi tidur. Meski kalau sudah di kasur, kadang aku sulit tidur. Banyak sekali yang mau kulakukan besok.

>>>>>
Sekian
Salam Selalu

Talking Alone

Minggu, 23 November 2014

want to talk? Ok lets do this!
Whaddaya mean.
Do u know Gto?
I do, Eikichi Onidzuka.
Great, got?
I know, arya stark, robert baratheon
Nice! Tere liye.
U mean, that author? Hell yeah i know it! Bidadari surga, moga bunda disayang Tuhan, Hafalan Surah Delisa.
Andrea Hirata.
Shit! Give me something harder! Laskar pelangi. Hold! My Turn! Dee!!
Hohohoh... Playing dirty, arnt ya? Supernova, Perahu kertas, Rectoverso.
Bodhi is great isnt it?
Hell yeah he is.. And Elektra too.
And Alfa Sagala too.
Who?
Wait, dont tell me... U dont read gelombang yet!?
Dafuq! I cant accept this! Rich guy bastard!
Hahaha... I beat u, bro.. I beat u!!!
Shit, dont just get all cocky just cause one tiny thing like that. Here comes the Thunder! Dan brown!!!
Hallah...
What now.. Lose arnt ya?
hehehe.. Digital fortress, Inferno.
Ok youre Amazing. Its quite fun.
U really dont read Gelombang yet?
Ok ok, u got me.. its just a bored acting. I do.
Obviusly disgusting. I knew it.
When do life got this empty, buddy?
Da hell I'll know about that. hmpf...
Pramoedya Ananta Toer.
What?
Nothing, just saying.
We are so alike aren't we?
Maybe.
Yeah, maybe will be alright.
I'm so sleepy.
U're so creepy.
Hahahha.
Even ur laugh doesn't sound funny.
Ok shut up.
Shut me.
Like I can.
heheheh.
And here u are, laughing.
Its been long...
Its been long, absolutely.
Will it be like this all along, dude?
I dont know, buddy.
And U don't care too.
We don't.
Exactly.
And I know why.
U mean?
I know why I know, And I know U know it too.
Stop pretend?
Done with the bullshit, yes.
Give me.
No, buddy, Give Us.
Alright, desperate aren't we? Give Us.
U are Me.

Sekian.
Salam Selalu.

Aku ini Aku, aku si aku.

Sabtu, 22 November 2014

Lets do it fast, okay? A poem should be good by now.. So a poem it is. Now, Should we?

Aku nyalang dan terang, mataku belalak lalak.
Aku teriak dan garang, aku ngelakoni.
Oh, eh.. putri.. gadis.. cewek. kamu. Tuju.
le lek lek... Teredam malukah aku, terbakar takutkah aku. Hilangkah itu?
Wah tidak.. Sama sekali tidak. Sembunyi dia.

Suntuk, aku kutuk. Kubur saja kubur!
Kubur lagi, kubur! Bakar ajalah tu, bakar!
Kan ya seingatku tak begini, apa? apa? APA??!

Suram suram, karabam bam.. nguik nguik.. Holloh.. holloh!
Yeah yea yeah.. We knew it all along. I just pretend to be blind.
No, I just paralyzed. I just fall. I fall deep.

Kayak ndak pernah terjadi itu, tapi pernah.
Kayak ndak pernah tertulis itu, tapi pernah.
Kayak nda pernah ada itu, tapi ada.
Cinta, kenapa mesti selalu begini jalannya?
Ya aku salah. Ya aku salah. Ya aku tahu aku salah.
Aku salah. Aku tahu salahku apa.
Aku cuma tak mau percaya.
Pura pura tuli dan buta.
Aku bisu, bisu meraja.
Aku terkungkung, lama.

dan Kukira kau beda.

Sekian.
Salam selalu.

Makin Jauh

Jumat, 21 November 2014

Gelombang punya Supernova gubahan Dee bikin mabuk. Iya bikin mabuk. Pokoknya mabuk. Apa sih yang kau harapkan dari saya yang sedang mabuk. Sedangkan saya tak mabuk saja tulisanku sudah kacau. Apalagi saya yang sedang mabuk. Mabuk Gelombang Supernova. Aku dimabukkan sama rasa ingin hepi terus. We need Moreeeeee Supernova like this one. Jujur Partikel kemarin agak berat, dia tuh sama kayak Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh kemaren, mainnya terlalu rasa ahhh..

Rasa dingin ac ini menyenangkan sekali, sekaligus melenakan. Enak. Ditambah tadi habis makan kebab tomat dan cendol. Mantap. Tapi sempat sebel juga karena waktu pesan burger ya g keluar kebab.. Benci. Tapi ya sudahlah, ada gelombang. Dan sekrang saya jadi sempurna penasaran... Bahasa korea itu bacanya gimana siyyy... Soalnya ada yang mau saya terjemahin disini! Oh manis, kau tulis "Oh" saja saya penasaran apa maksudnya, ini hruf korea! superb lah... Baiklah, calm down for a sec will we? Belum tentu juga tulisan itu untuk saya, tetap saja saya penasaran. Pake adegan kamu nulisnya passs waktu mau ngasih ke saya. Ah sudahlah. Anomali kau itu.

Mataku sudah berat sekali, mengantuk. Malam ini kubikin jadi apa bagusnya? Sudah, jangan tanya. Malam ini ya malam, ya hitam, ya ada bintang, ya ada bulan. Malam ya malam. Tak peduli apa. Malam ya malam. Cumbu rayu halus alam, tanah dan langit. Kompak banget ya mereka, kalo dah malam... Padahal tadi siang aja bakar-bakaran, udah adem ademan lagi sekrang. Desau napasku masih sama koq. Malas.

Bahasa apa yang paling ingin kupelajari setelah bahasa korea? Spanyol mungkin. Atau arab, saya gampang ngajarinnya, gampang bikin skripsinya. Besok ngajar, wah.. ngajar apaan yah... Saya kosong nih belakangan ini. KOSONG. gak ada inspirasi, motivasi, apa si. Ini doang Gelombang keren banget. Makasih mamen, kamu memang keren! Tadi ngumpul ma teman teman mereka nanyain proposal skripsi, saya gemetaran. Gugup mau jawab apa. Kenapa gak sistem ujian aja siy.... Wisuda donkkkkkkk... aduh masih lama banget gila. Ada laporan PPL, ada KKN.. ck. Pusying. Semoga ppl kkn gak ngulang.

Coba bisa gini terus, makan ada terus... Rumah nyaman. Air cukup. Listrik memadai. Ngapa ngapain enak. Mikiran kepengen malah jadi gelisah. Jadi tidak bisa menikmati apa yang udah aja dulu. Dasar Manusia Malas. Tapi aku mau koq jadi rajin kalo bisa, bisa si. Tapi malas. Ck. Apaan. Yang jelas, malam ini gak usah dicat hitam lagi nih kamar. Pasti kasihan ya? Makin jauuuuuhhhhhh... Seeeeedddddiiiiihhhhhhhhhhh.........tauk!

Sekian.
Salam selalu.

Aku Mau Disini Terus

Kamis, 20 November 2014

Aku mau tinggal disini saja terus, dalam kamarku. Ac sudah dingin lagi, wify lancar, ada selimut, ada banyak buku. Aku mau tinggal disini saja terus. Supaya tidak usah capek jalan kaki keluar. Tidak usah capek capek makan. Tidak usah capek capek buat orang ngerti, bicara sama orang. Gak usah dengar hal hal yang menjengkelkan. Tidak usah ketemu kamu. Malam ini aku mau di kamar saja terus, sendirian.

Aku baru saja menamatkan novel atau apalah namanya buku yang berjudul Rahvayana, karangan Sujiwo Tejo yang kata dianya mungkin lagi kerasukan Rahwana. Lucu juga, aku suka gayanya. Buku itu rekomendasi teman dari jawa timur, yang memang beliau suka sama Sujiwo Tejo. Isinya bagus ternyata, enak dibacanya, asalkan kamu ndak usah maksa-maksain paham, pasti bisa kamu tamatkan. Soalnya cara dia nulis ini rada-rada ngawur. Kerennya ini buku disertai kaset lagu segala, iya sih udah banyak yang kayak gitu. Tapi kalo saya seingatku ya baru pertama kali ini aku punya. Ada sajak sajak nya setelah cerita inti selesai. Setelah cerita inti bahkan disertakan daftar pustaka. Subhanallah.

Aku sih ya sebenarnya lumayan puyeng juga bacanya, soalnya banyak nama wayang. Morodadi, Sarpakaneka, Wibisana, Trijata dan banyak banyak laiknya, ada batara lah... resi lah.. dewi lah... hanuman... banyak kera! Aneh aneh saja kalo kalian mau paksa paksa ngerti. Makanya mata dosenku kemarin, banyak baca referensi ringan serius dulu baru baca bukunya. Ah embuh, yang penting sekarang saya lagi hampa. Asik ah,  ngebahas hampa mulu aku ini.

Besok mau kuliah regular, mengulang buat perbaikan nilai, belum nyusun skripsi. Ini lagi skripsi ahh bikin keki. Ppl juga harus nyerahin laporan, apaan! Resiko situ jadi mahasiswa, ya kerjain lah! Kerjain woy kerjain! Hallah... aku sih mau leyeh leyeh, malas-malasan ogah-ogahan. Tidak boleh begitu sih seharusnya.

Lagian kenapa dijudes-cuekin sampai segitunya siyyy?! Aku kan jadi gemes-gemes asem gimanaaaaa gitu. Atau cuma perasaanku saja ya? Ah... sadarlah boy, nggak mungkin.. iya nggak mungkin.. nggak mungkiiiiinnn.. kinnnn.kinnn.... Sudahlah nyerah saja... Tinggalkan dan Lupakan sja mimpi mimpi itu. Hanya mengganggu tidur panjang kita. Tidur yang melana hinakan. Bangun bangun sudah ada nyala api berkobar di depan mata. Hayoooo..

Sudahlah, kita sudahi saja. Bingkai bungkusan kamu saya jadi makin ambil tempat saja, jadi sulit aku dan kau saling mengerti satu sama lain. Ahh.. siapa sih aku?! Malam ini aku mau tinggal disini saja. Aku mau malas-malasan sampai..... sampai jatuh cinta itu enak.

Sekian.
Salam Selalu.

Malam Introspeksi

Rabu, 19 November 2014

Badanku gemetaran, entah kenapa. Tapi jika memang mau mengingat-ngingat, sore tadi itu saya terguncang luar biasa. Hidup terasa kembali hampa, seperti sebuah perjalanan panjang sia-sia. Sang Dosen menasehati kami secara halus, betapa pentingnya membaca buku pelajaran, betapa penting belajar hal-hal keilmuwan. Betapa pentingnya mempersiapkan masa depan generasi setelah kita. Sebagai mahasiswa di jurusan pendidikan, nasihat itu tepat sekali, maka tentu wajar saja, tapi saya tersentuh. Tersentak tepatnya. Dedaunan kering di pohon jiwaku yang tinggi meranggas berguguran luruh perlahan, seiring cahaya kemilauan khayalku yang memburam dan runtuh melihat realita. Kupikir-pikir lagi, ah.. saya banyak sekali menyia-nyiakan hidup.

"Jika makalahmu masih seperti ini, tak usahlah turun demo, bicara ganyang koruptor. Kalian kelak akan menjadi koruptor juga kalo bikin makalah saja sudah kopas. Kalian malas serius belajar, apalagi memperdalam ilmu bahasa arab kalian. Ke malang sana, kalian bakal keok. Lucunya, sudah sejak lama kita begini. Saya dulu waktu mahasiswa juga kayak kalian! Bedanya dulu belum ada internet, jadi kami masih sibuk ke perpus. Lah kalian?". Ya, pak. Apa sih yang terjadi pada kami? Pada generasi ini..

Semoga generasi mu tak seperti kami, ya Si Manis? Aku tahu kau takkan seperti kami. Ah andai semua anak bangsa bisa seperti kau, bangsa ini akan maju lebih cepat. Tapi efek nasihat dosen itu memang dahsyat. Sepanjang pembelajaran saya cuma bisa membisu dan membeo, hatiku tertekuk, otakku tertunduk. Aku malu. Mungkin ini yang Temanku itu maksudkan dengan gugup. Ya gugup. Gugup melihat masa depan. Apalagi ditambah memikirkan hasrat untuk mempersunting kau. Tambah sinting lah saya. Sempurnalah kemasygulanku akan hidup kalau begitu caranya. Beritahu aku, kawan. Apa yang sebaiknya terjadi? Pertanyaan macam apa itu.!

Terakhir, mau kukatakan padamu aku bukan pertama kali ini cemburu. Aku SELALU cemburu sejak kusadari aku suka kamu. Aku terlanjur rendah rendahkan diri. Ndak pede kayak dulu lagi. Saya sering sok asik sendiri. Saya sering sok enak enakan. Padahal sudah itu saya uring-uringan di kamar. Juga mau kubilang, Sang Dosen itu hebat benar, bisa bikin saya depresi setengah mati. Tapi ada bagusnya, saya jadi ndak kepikiran buat macam-macam. Bahkan ngerusak hape teman tadi saya menyesal, tapi ndak sempat galau. Malam ini masih suram juga seperti kemarin, atau malam sebelumnya, dan sebelumnya lagi.

Sekian.
Salam Selalu.

Malam-malam Sakit

Selasa, 18 November 2014

Malam selalu membisikkan padaku kata-kata tentang cinta. Kata-kata tentang sakit. Tentang betapa begadang itu nikmat, tidur itu menyusahkan. Aku selalu gelisah. Di malam hari, di peraduan tempat seharusnya aku mengantuk dan tertidur, aku malah cengengesan. Curhat seperti anak kecil, bicara tentang suramnya kehidupan.

Malam selalu mengajakku berkelana, bukan untuk terlelap. Kecuali di malam yang dulu-dulu. Yang waktu itu cinta belum kukenal. Yang waktu itu aku masih punya keinginan kuat untuk terbang, untuk berlari jauh. Helaan nafasku. Malam mengajakku menonton film-film lama. Mendengar lagu-lagu enak. Mengingat-ngingat mimpi. Izinkan aku menjadi sendiri, menjadi tak punya siapa-siapa lagi. Karena cinta hanya melukai. Dalam tawa, dalam tangis, dalam sakit, dalam nikmat. Bahkan di ceritamu, sayang.

Episode baru hidupku bernama lepaskan dengan paksa. Tak jadi bagian dari apa-apa. Meski sebenarnya, aku haus cinta, haus perhatian semua manusia. Keegoisan ini sudah mengambil tempat terlalu banyak. Sampai memaksa-maksa tangan untuk menulis rekayasa kata yang muram durja. Bukankah kau tak tahu sayang? Aku begitu pintar berdialog sendirian. Ah, rasanya ini bukan lagi rahasia. Mereka semua tahu aku gila, hanya saja aku gila tanpa ngajak-ngajak. Jadi tak apa-apa, gilaku kutempatkan dimana-mana tapi tidak merusak siapa-siapa. Gilaku begini saja.

Hai manis, bukan karena kau aku gila. Aku begini sudah lama, ini kurang lebih pilihanku juga, bukan paksaan siapa-siapa. Kau jarang begadang, tahukah kau rasanya digigit nyamuk tengah malam? Tahukah kau rasanya ingint tidur, tapi pikiran ini tak mau? Namanya kesadaran, yang menghalangi kantukku bertemu tidur. Semuanya kuusahakan, menutup mata percuma.

Aih, malam... Sebuah kesimpulan yang tidak mengikat apa-apa, meski erat tak dinyana. Tapi seperti tirai hujan yang serasi bersama malam, seperti bunyi suling halus di kejauhan, tak teraup semuanya, tak tergapai seluruhnya. Aku tak mau membagi, tapi tetap saja aku merasa kurang. Hai manis,.. Semoga kau berbahagia.

Salam Selalu.

SMS (sungguh mati sayang)

ce: Is it okay if I love U, kak?
co: ofcors its okay! I hope god says its okay too.. cause I love U too, dek.
ce: well.. haha.. becanda ji saya kak..
co: oh ya? well..truth has been told.. kalo saya serius, dek. Ku sayang ki.
ce:....
co: napa dek?
ce: marah ki pasti, kak.
co: ya iyalah marah... ka kusayang betul ki tapi takut ka bilangki.. malah kau main maini ka.. tapi nda papa ji.
ce: serius nda papa ji? minta maaf ka kak.. masih mau ja temanan sama kk tapi nda mau ka pacaran sama kk. nda bgtu perasaanku sma kk.
co: ya iyalah nda papa.. lagian saya jg gk ngajak pacaran koq.
ce: maksudnya kak?
co: sy maunya nikah.. tapi ya entar.
ce: ahh... serius ki kak? seram..
co: hehh? koq seram.. sorry dek.. haha.. iya serius ka, seenggaknya sekrang.
ce:....
co: yo.. napa lagi?
ce: ndak kutau apa mau kubilang :,(
co: hee? koq nangis... udah udah... gak usah ngomongin in lagi.. maap maap..
ce: terharu ka, kak... tambah besar rasa bersalah ku ini kalo memang benar apa kk bilang.
co: etdah... udah udah udah... becanda ja pale juga.... brhenti miki nangis itu e...
ce: BERCANDA KI PALE KAK?
co: enggak siy.
ce: iiihhh.. kk ahhh! sebel tauk! jadi tambah nangis nih... kenapa begitu kk!
co: ka nangis ki dek.. ndak kusuka sekali kalau ada cewek nangis.. apalagi kau ceweknya.
ce: pale, berhenti ma nangis..  jangan begitu lagi kk! aku gak suka.. well.. kyknya gak ada cewek yang suka.
co: iya iya.. maap maap.. jadi? jam berapa mi disitu.. belum mau istirahat dek.
ce: iya malam mhy.. istirahat ka dulu pale, kak..
co: iya.. selamat tidur.
>>>>>

di kamar masing-masing.

ce. "kusayang ki kak"... lalu tidur pulas sampai pagi dengan senyum.

co. "darn it! damn it! f*ck it!".. gak tidur sampe pagi.

sekian.
salam selalu.

Apakah Masa Depanku Pantas Untukmu?

Senin, 03 November 2014

tak banyak yang mau kukatakan pada kertas kosong ini. Gelegak hampa ini tak terdefenisikan. Aku tak tahu kenapa, hanya merasa kosong. Mungkin karena banyak pikiran. Mikirin Rpp, mikirin skripsi, nasi yang hampir basi, nasi yang kebanyakan, lauk ayam goreng sisa sedikit, lauk ikan kuah kuning masih banyak, kacang rebus hampir membusuk, motor belum dicuci, lantai belum disapu. Stress.

Teman teman tahu mana yang harus kubereskan lebih dulu? Apa yang harus kulakukan? Tahukah kalian kalau aku pernah mempertimbangkan lari dari rumah? Apakah kalian merutukiku pengecut jika aku melakukannya? Bukankah lari dari rumah butuh keberanian besar? Aku sebenarnya tahu waktuku sudah sejak lama habis, terlalu banyak hutangku pada masa lalu, terlalu banyak. Sehingga aku takut melihat kedepan.

Aku yakin kalianpun pernah merasakan penyesalan seperti ini. Mengapa dulu tak belajar, mengapa tak mengerjakan tugas, mengapa begadang terlalu larut, mengapa tadi pagi tak mencuci motor, mengapa aku menunda nunda? Aku yakin kalian tahu rasanya jika pernah mengalami. Tapi yang beda adalah apa yang dilakukan berikutnya. Bukan begitu? Karena sejarah yang terhenti tidak ada, waktu bergulir terus.

Tik tok. Waktu mengetuk mengetuk ingatanmu untuk berhenti menyia nyiakan. Tapi aku memilih membiarkan dan menunda. Dan inilah yang kutuai.Sebuah kegamangan absolut. Aku tak bisa memastikan masa depan, ya semua orang juga begitu. Maksudku aku merasa masa depanku runyam. Masa depan seperti itu tak pantas diisi kehadiran seorang wanita hebat seperti kau... Makanya aku malu. Terima kasih, kehadiran kau membuat aku berani membuka mata melihat kedepan. Meski yang kulihat hanya abu dan puing. Sisa kejayaan yang aku runtuhkan. Dan aku tak bisa membuat kau ikut, meski aku sangat ingin. Sangat ingin... Bagaimana denganmu?

Salam Selalu

Rahasia Yang Menyedihkan

Jumat, 31 Oktober 2014

Dunia yang menyedihkan. Ada rahasia yang tersimpan di dunia yang menyedihkan ini. Tentang seseorang yang melihat kenyataannya. Seseorang yang tertolak dari terang, dan memilih terus berjalan dalam gelap. Ada banyak hal yang mau diceritakan meski tak pantas. Ada banyak kenyataan yang perlu diketahui meski tak menyenangkan.

Orang itu, yang duduk di kursi didepan sana, aku tak mengenalnya, tapi aku merasa sedih melihatnya. Seorang bapak bapak seperti itu apa yang dia lakukan disitu disamping dosen kami? Kenapa dia tak mengajar di kelasnya sendiri jika dia dosen? Kenapa dia tidak di tokonya jika dia pengusaha? Apa yang dia lakukan disini? Apa dia tak punya pekerjaan lain? Akankah aku seperti itu juga? Jujur saja, aku tidak mau.

Pada kenyataannya, aku juga tidak berhak berharap yang muluk muluk, misalnya mau jadi keren kaya raya dan terkenal. Dengan kemalasan yang belum berhasil kuusir, aku bahkan layak untuk mendapatkan sesuatu yang lebih hina. Bisa saja kau temukan aku meringkuk di depan emperan toko minggu depan, atau di bawah kolong jembatan di surabaya satu bulan kemudian.

Rasa stress memang kutanggapi dengan cara yang keliru, sudah sejak lama. Hasilnya malah berlipat ganda, stress itu berkembang dalam diriku secara membabi buta. Aku bingung dan linglung, tak tahu mau melakukan apa. Hal baik memang aku tahu banyak, tapi selalu saja aku lari, tak mau mengaku. Lari menuju peristirahatan sementara, melenakan dan membutakan, menyenyakkan dan meng alpakan. Tapi kuakui dalam pelarian selama apapun takkan ditemui kedamaian, ketenangan. Yang hadir cuma gelisah setia menemani, khawatir berkepanjangan, momok.

Dari titik sumpahku kubuat hingga kini, belum juga aku menyongsong terang, entah kenapa. Mungkin karena rasa malu dan bersalah, dari kesalahan yang terlanjur kulakukan dan tak bisa kuhapus kejadiannya, pun tak bisa hinggi kini kulupa rasanya. Kesalahan yang membuatku merasa telah mengganggu hidup orang orang. Semoga dia mau memaafkan kebodohan dan kelancangan ini.

Salam Selalu.

Kupenuliskah

Kamis, 30 Oktober 2014

Mungkin akan hanya aku yang terus mengenang seorang Iqbal Saja sebagai penulis.

Lahir dalam sebuah keluarga sebagai anak tertua atau pertama, catatan hidupku datar saja. Kalaupun ada beberapa dalam hidupku yang kalian tahu istimewa itu tak lain hanyalah kehebatan kedua orang tuaku dan ridha allah semata. Bahwa aku bisa pergi ke maroko dan dibeasiswa selama setahun disana, hanya sekolahku yang hebat dan menunjukku sebagai wakil. Singkatnya dari apa yang kulakukan tak ada yang begitu luar biasa, maka jarang kubangga banggakan apa yang pernah terjadi padaku. Pun jika kalian dapati ada hal hal istimewa dalam tulisan tulisanku ini, maka aku bersyukur pada Allah Swt. Karena sejujurnya, sejauh ingatanku, aku hanya mau mengaku diri sebagai penulis. Menjadi penulis yang karyanya dibaca dan menginspirasi banyak orang sudah menjadi mimpi yang menghantuiku sejak kecil.

Dari kecil, sejak tahu cara membaca, aku sudah mulai berusaha membaca banyak hal. Masih ingat aku, bagaimana ayahku membuat sebuah buku dengan tulisan tangannya sendiri agar aku mengenal huruf dan penggunaannya dalam susunan kata. Beliau tulis dalam sebuah notes sederhana, yang kerap kita lihat dipakai wartawan tempo lama. Yang ituloh, yang kalau mau membuka halaman selanjutnya, maka caranya adalah membuka kertas ke atas bukan kesamping. Maka setiap melihat notes seperti itu, selalu hinggap padaku rasa akrab yang mendalam. Setiap melihat notes seperti itu, sadarlah aku, Ayahku jauh di dalam hatiku adalah pahlawan besar. Buku itu dulunya selalu kubawa bawa kemanapun, masanya ialah sebelum masuk sd klas 1. Jadi aku sudah mengenal abjad sebelum masuk sd, lengkap dengan cara bacanya, penyambungannya. Saat itu aku belum sadar, kalau aku sedang jatuh cinta. Jatuh pada dunia baca tulis.

Waktu berselang, tahun berlalu. Banyak hal berubah, notes itu sudah tak tahu entah dimana, tertinggal di kenangan, 17 tahun lalu. Tapi cintaku pada baca tulis tak berubah, malah semakin tergila-gila. Di sd, majalah Tiko, bobo, beberapa komik dan koran koran kubaca sangat sering. Dan disana itu saja aku melampiaskan rasa, komik, majalah, koran, dan beberapa cerpen di buku pelajaran sekolah. Kadang saat sedang sendirian dan tak ada yang mau dilakukan, aku mulai membuka buku dan mengambil pulpen, menggambar sesuka hati. Anak kecil mana yang tak suka menggambar? Tapi waktu kecil aku pernah mengarang sebuah lagu. Judulnya Cinta Putih. Kala itu, aku sendiri yang punya konsep lagu begitu sehingga rasanya konyol sekali, sekarang pasti sudah banyak lagu judul begitu.

Semasa smp lah dia menjumpaiku, Sebuah Novel. Berlatar peristiwa WTC yg ditabrak pesawat, novel tipis ini, bahkan sangat tipis sebenarnya, mengisahkan sepasang kasih yang terpisah karena si lelaki wafat pada kejadian itu. Membacanya, merasakan luka sang gadis, perjuangannya dalam membuka hati yang terlanjur mati, penerimaannya pada hati yang baru. Dan aku hanyut begitu saja. Setelah menutup halaman terakhir novel itu, saya tahu saya mau buat yang seperti ini juga! saya mau buat yang beginian!

Sejak itu aku menjadi pembaca setia novel-novel apa saja yang kusuka. Tak ada genre khusus, selama bisa membawaku hanyut, aku suka. Dan ternyata menulis tak semudah membaca. Perlu tekad, kepercayaan diri yang tinggi, mental yang tangguh. Kesemuanya itu aku tak bisa miliki sepenuh waktu. Kadang aku ya, kadang aku tidak. Jika sedikit saja masalah datang, langsung aku kalah dan melemah, lalu menyerah. Sudah ada puluhan naskah. Tapi yang kumulai selalu tak bisa kulanjutkan. Seperti sebuah kutukan yang lengket tak mau lepas.

Kutukan yang agaknya juga menghujani aspek hidupku yang lain. Kuliah setengah setengah, cinta yang melemah loyokan, tugas yang dikerjakan seadanya, hidup yang serba tidak maksimal dalam usaha. Meringkuk dalam rasa malu. Meringkuk dalam rasa kalah. Meringkuk dalam rasa bersalah. Meringkuk saat marah. Meringkuk, berbaring, melemah.

Aku tidak punya rencana, cuma selembar harapan usang, beberapa doa, dan sebuah sumpah. Kegelapan mengelilingi sedikit cahaya terang. Aku berjalan dan terlelap. Aku lelah dan berbaring. Aku malu dan bersalah. Aku hina dan berdosa. Tapi aku berdoa, semoga besok jadi lebih baik.

Salam selalu

Tak Ada Jurang Tanpa Dasar

Selasa, 28 Oktober 2014



“Tak ada jurang tanpa dasar, Nak”. Begitu kata orang bijak. Tapi bagaimana kalau mereka keliru? Bagaimana kalau jurang tanpa dasar itu memang ada. Bagaimana kalau ternyata kata-kata itu hanya hadir untuk menjamin sebuah kenyamanan palsu?

Mungkin kata-kata bijak seperti itu tak pernah ada, namun kata-kata itu yang terpikirkan di kepalaku saat memikirkan ini, “Jatuh tanpa henti”.. dan untuk lebih jelasnya, yang kumaksud adalah “Jatuh cinta tanpa henti”. Bukan gagasan yang terlalu manis, kau tahu? Tak seromantis yang kau pikirkan!. Pemikiran aneh dan ngawur ini muncul setelah aku menonton episode terakhir Avatar, The legend Of Korra Chapter Two. Disitu diperlihatkan adegan tatap muka Korra dan Mako yang membahas tentang putusnya hubungan tali cinta antara mereka. Hubungan kita ini takkan berhasil, tapi kita akan saling mencintai selamanya. Betapa mengerikannya.

Seperti orang yang jatuh kedalam sebuah jurang dan tak pernah menyentuh dasar. Kasarnya, aku lebih memilih mati hancur terhempas di dasar jurang, atau patah tulang, atau tertusuk bebatuan runcing dibawah sana daripada harus terus mengambang dalam sebuah ruang hampa. “Jatuh tanpa henti”. Kurasa sensasi yang kurang lebih sama akan terasa saat kau mencintai seseorang tanpa henti, saat kau tahu dia juga mencintaimu juga… tapi takkan pernah satu. Satu detail yang kulupakan. Dalam kasus ini kita bukan mengawang di ruang hampa, atau mengarah ke jurang kosong menganga, melainkan melihat dasar tapi tak pernah mencapainya. Karena ini bukan cinta bertepuk sebelah tangan, ini tepuk dua tangan yang tak pernah bertemu.

Dalam kasusku sendiri, aku tak pernah menjadi pihak aktif yang meninggalkan kekasihnya. Selalu mereka yang meninggalkanku lebih dulu. Dan jujur aku belum melupakan apa-apa, seperti menaruh sebuah bola kaca baru di tempat yang penuh dengan bola kaca lain. Aku hanya menambah stok perasaan baru tanpa bisa benar-benar menghapus perasaan sebelumnya. Aku hanya menambah nama dan peristiwa tanpa sempat menghapus nama dan peristiwa lama. Otakku telah kuformat secara tak sadar untuk meletakkan secara khusus hal-hal seperti ini. Peristiwa tentang cinta, di kepalaku, merekat seperti alteco.

Sekarang aku sedang dekat dengan seseorang bernama Nawu, mungkin hanya aku yang merasakan, tapi aku mulai memperhatikan dia lebih, aku naksir padanya. Tapi aku menyadari keadaanku yang belum bisa sepenuhnya bergerak dari kisah dan perasaan pada orang-orang terdahulu. Jadi aku lebih memilih diam menunggu, memperhatikan tanpa terlalu menarik perhatian. Aku bukan lagi Iqbal yang sama sebelum mengenal perasaan yang banyak orang katakan cinta. Banyak yang berubah dari caraku berhubungan dengan orang, bersosialisasi dengan yang lain. Tapi satu yang tak pernah berubah dari prinsip ku “Aku tak pernah mau menyakiti mereka”. Tapi malah menyakiti semua, karena sikap plin-plan ku ini.

Ah.. Kuharap nanti bisa ketemu Avatar The Legend Of Korra, Chapter Three… Supaya aku tahu, apa yang selanjutnya terjadi antara Mako dan Korra. Apakah memang ada jurang yang dasarnya tak tergapai, selama apapun kita jatuh? Atau jawabannya akan datang menemuiku, lebih dulu dari itu.?

Salam Selalu.

U MESS WITH A WRONG MOMMA

Kamis, 19 Juni 2014

Ibuku tadi hampir dijambret, udah dijambret siy... Cuman ranselnya bisa balik lagi. Laptop dan uang jutaan rupiah terselamatkan. Meski sekarang ranselnya di tahan di kepolisian, katanya mau dijadiin barang bukti. Penjambretnya so pasti babak belur. Tapi salut lah sama penjambretnya. Masak kan nih ya, ibu saya pake vario, itu ransel di taro diantara dua kakinya, tuh jambret nyambitnya keren pasti. "Koq bisa keambil ya? Koq bisa nyampe ya?" Ibu saya sampai sekarang masih terheran-heran dengan hal itu.

Jambret itu jumlahnya dua orang, yang ngehajar itu massa. Massanya bejibun, oh.. mereka babak belur. Begitu diseret ke kantor polisi, yang satu dah sekarat. Yang masih belum sekarat, kasihan banget tadi saya liat fotonya... Dia ngerawatin yang lagi sekarat, ya kawannya itu. Sekalian, kata ibu saya, dia juga bakal sekarat. Soalnya ntu pak pol pak pol kayak udah gemes banget ama para PENCURI ini, mereka sesekali dipukul sama polisi, di kantor mereka. "Mama jadi kasihan liatnya juga nak..." Kata ibuku, prihatin. Soalnya kan mereka para jambret ini digebukan  tiada bukan ya karena jambret ibu saya, kurang lebih lah ada andil ibu saya disitu. "Ampuni kami Tuhan.".

Pada waktu yang kurang lebih sama, yaitu tadi siang juga, saya sedang ada di tempat penjual telur, sedang beli telur. Punggungku enteng, ranselku kusimpan di motor di seberang jalan yang berhadapan dengan punggungku. Artinya, hanya 5 langkah dari tempatku berdiri. Beli telur ayam satu rak, harganya 35 ribu, katanya telur ayam ras, saya tak peduli. Selama bisa buat telur dadar dan nasi goreng, ya sudah saya beli. Setelah berbalik dan melangkah menuju motor, tampak sebuah pemandangan aneh. Bukan, gak mungkin tiba-tiba mantan saya muncul and mau nraktir saya bakso atau coto kuda, bukan juga tiba-tiba ada lahar meleleh dari bawah tanah.,.. anu... ituloh,.. Motor yang saya parkir itu koq keliatannya agak beda ya?

Ohya, ranselnya ndak ada. Saya cari-cari di penjual telur, ndak ada. Di samping, sekitar, sekeliling motor, ndak ada. Di got, sapa tau kecebur, nda ada juga. Wah kacau. Ransel ane ilang bro! Saya coba-coba nanya, ke penjaga warung dekat situ, dia bilang "Wah gak tau tuh, dek.. Daritadi saya disini, ndak pernah keluar-keluar.". Wah, malah curcol nih. "Kenapa memang ndak adek putar dulu motornya? Ditinggal seberang jalan lagi..ck ck ck...". Aseik, ane diceramahin... Tapi saya ingat betul hikmah yang ibu ini sampaikan "Yah... memang itu barang kalau mau hilang, ketemu juga lah jalannya....". Kata-kata ini saya dengar udah sering, tapi barusan ini terasa betul kedalamannya.

Di dalam Ransel itu ada Laptop, ada barang-barang lain juga tapi itu yang paling penting. Ohya, ada bukunya Aqram juga... Ada kitab saya dua. Ada fd 8 gb saya yang masih baru, ada kartu main yang belum pernah dimaenin, kecuali buat dijadiin alat peraga sulap amatiran. Kini mereka semua raib bersamaan. Yang paling pertama saya pikirkan Ortu. Anjrit, saya bikin sedih mereka lagi.. Ah, itu satu-satunya pemikiran yang mengganggu ketenangan saya, keikhlasan saya. Bahwa di laptop itu ada file-file tugas yang bejibun, di ransel itu ada KRS, fotokopian slip pembayaran, semua kekhawatiran untuk mereka itu datang belakangan.

Di tengah galau-galaunya, ada jin ifrit lewat, eh.. maksudnya saya Aqram. Dengan jaket warna biru muda yang mencolok itu, motor jupiter mx koplingan dan tanpa helmnya itu, dia berlalu, sempat menoleh dan melambaikan tangan padaku, kubalas. Lalu pemikiran yang kutunggu-tunggu tiba juga....Ah... Sudahlah, ikhlaskan saja, Bal. Saya pamit sama mereka, orang-orang yang kubikin ikut panik bersamaku. Aku naik motor, dan kupacu ke arah yang sama Aqram tadi menuju... ke arah rumahku, Aku mau pulang saja... telpon ibu, lapor, dimarahi, main Clash Of Clans bentar, lalu tidur.

Ternyata kujumpai Aqram sedang parkir depan warung, habis beli sayur dan lauk. Dia panggil kusamperi, kuceritakan yang baru saja terjadi... Dia ajak saya kerumahnya, makan. Saya ikut saja. "Ndak usah lapor dulu Bro, supaya ibumu ndak kaget.." Kata dia sok bijak. Saya juga sok merenung. Hapeku lobet. 1-0 untuk skenario Aqram. Saya minta pinjam hapenya, peluang Skor buat skenarioku. Hape Aqram ndak ada pulsa. Hasil Akhir 2-0 untuk skenario Aqram. Aku pamit pulang, dia terus ke kampus. Dasar emang orang sok sibuk dia.

Di Rumah, langsung dicegat dengan pernyataan tiba-tiba dari Bibi "Bal, tadi Mama nelpon cariin kau... Nda tau juga kenapa..". Wah... kedengarannya gawat. "Coba Bi, saya pinjam hapenya". Kutelpon ibu, wah.. dijawab sibuk ma mbak telkomsel. Yasud, hape saya kembalikan. Hidup berjalan normal. Dan lalu setelah maghrib, kudengar ibu pulang... Dan tahulah saya, ternyata ada cerita yang paling pertama tadi. Ibu jadinya ndak terlalu marah. Ranselku itu penolak bala ransel Ibu. Ibu menceritakan kisah kejambretannya dengan seru. Beliau mengejar motor Jupiter mx mereka, dengan varionya... Rem katanya tak lagi dihiraukannya, ketika teriakan "Maling.. Maling..." tak lagi dihiraukan, tersisa "Allahu Akbar!" dan kepalan tangan terangkat beliau yang menggantikan. Ah Ibu, anakmu di seluruh dunia takkan pernah berhenti kagum padamu.

"Mereka, waktu Mama kejar, sering noleh-noleh kebelakang... Mungkin mereka gak nyangka mama kejar wiihh..ibu itu ngejar!".....

Well... Bro, it's unfortunate, but U MESS WITH A WRONG MOMMA.


Mimpi Seperti Itu...

Selasa, 03 Juni 2014

Aku masih terus penasaran, dengan wajahmu... Kapan aku bisa berhenti mengatakan wajah itu cantik, karena jujur saja, kadang saya terlampau lelah untuk mengingatnya. Sepertinya terlalu banyak ruang yang kau ambil. Dan aku mau senang-senang saja sekarang, saat mengingat bahwa kau itu sudah betul-betul memaksa dirimu menghilang dari pandanganku. Tulisanku kali ini tentang wanita yang pernah kucintai lagi... hahahaha, tema kesukaanku, tema yang paling sering kutulis.

Saya tak mau kalian tahu nama, silahkan tebak-tebak saja, tulisan kali ini pun hanya campuran dari mereka semua.. Karena sejauh ini, aku belum lupa. Mereka semua terlalu cantik, teman-teman. Silahkan kata-katai aku sebagai, pemuja nafsu, pecinta semu apapun itu. Aku laki-laki yang cukup beruntung untuk menemui mereka, dan cuku sial untuk akhirnya berpisah dengan mereka. Satu dari mereka, menyiksaku lebih sadis dari kata "Berpisah". Mereka semua ini, pernah kupertimbangkan untuk jadi istriku, ibu anak-anakku kelak.. Tapi sejauh ini semuanya bukan.

Mereka semua ini begitu mudh didekati, ya bangsatlah aku, tapi mereka itu para aktris maha ulung, pesohor di tingkat masing-masing. Dan aku ini lugu, selugu orang lugu dungu. Dan aku ini mau saja jatuh cinta pada mereka. Dan akhirnya saya melakukan kesalahan, mereka punya alasan angkat kaki. Ah... angkat kakilah kalian, biar saja tak usah ada akhirnya... bukan yang pertama juga saya dikasi begini. Yoi, mamen, saya sakit. Katanya sih, sebagian mereka juga.. ya  okelah sama-sama sakit. Peace-peace,... keep smile.

Lagu, puisi, cerita, curhat.. ahhh semua itu cuma kubangan muntah raksasa. Sini kublender rame-rame semua yang terjadi diantara kita, dan kita coba kita makan sama-sama... rasanya getir, pahit, sepat... tapi kau dan aku akan memakannya sampai habis, sampai tak bersisa. Dan ketika kita selesai, kita sekali lagi akan terduduk diam sementara. Seperti jeda yang kau beri padaku waktu itu, menunggu memencet tombol yang akan meledakkanmu.. Dan aku menangis. yah.. Kalian boleh duduk menangis bersamaku, tapi yang kutahu lebih banyak dari kalian bangkit lagi... Perasaan bersalah itu memenuhi dadaku, aku ingin panggil kalian semua lagi. Tapi mimpi seperti itu akan memberiku utang yang terlalu banyak. Jadi disinilah kita...

Semua sudah terlanjur rusak. Kalo boleh, aku sangat ingin tahu jawabannya... "Sudah kau temukan, kah.. cinta sejati itu?"

Dan MUNTAHLAH!

Hari ini, bagian malamnya.. tepatnya dimulai dari setelah maghribnya, adalah hari yang sangat menjengkelkan.Ya, menjengkelkan. Setelah selesai shalat maghrib, saya pulang kerumah, bersandar di lemari kacadekat dapur, dan tidak bergerak sama sekali sampai iqamat isya selesai. Saya seperti kesurupan, atau mungkin begitu. Seperti ada yang berkata, "Apa yang kau lakukan disini? Apa yang kau lakukan disini? APA YANG KAU LAKUKAN DISINI?!!". Anjrit banget, ah.. Mungkin itu karena saat itu saya cuma bersandar menonton adik-adik saya memasak, lalu pikiran-pikiran tentang betapa hebatnya mereka menerpa diriku, dan perasaan ini membesar...sampai titik dimana aku mau saja menggas full motorku sampai tertabrak, sampai terbang. Begitulah... Sepanjang perjalanan diatas varioku aku terbahak gila, menangis, sesenggukan ancur... Aku mulai mengeluarkan geraman-geraman sembarang yang aneh.

Kisahku memang tak bisa  kutulis lurus-lurus, itu bukan gayaku. Yang kubagi bukan langkah-langkah, jarang seperti itu. Yang kubagi itu rasa, gambarannya, dan kau akan paham jika tiba saatnya, mungkin, mungkin tidak. Karena biarpun kuceritakan, kurasa tidak akan ada apa-apa yang sampai padamu, karena memang bukan itu, bukan itu yang biasanya kubagi. Sekarang, otakku malah meraung-raung, mereka mendesakku bercerita! Wanjjiiiirrr! Ndak bisakah kalian ini diam dan ikuti saja mauku? Baiklah kuikuti mau  kalian. Jadi, tadi aku pertama kali merasa hancur begini itu waktu di atas motor ada muncul perasaan seperti ini "Adikku keren banget, saya mau disamping dia terus, ah..bukan, saya mau dia disamping saya terus..." Start.. Mental saya singkatnya labil, adik-adikku ini, terutama yang satu ini, membawa tekanan yang terlalu kuat! Gila, saya akhirnya harus ngaku, saya mau kayak dia juga! Ah,.. Kalian menang.. kalian menang.. Oke.

Sebenarnya tidak ada ilmu, pengetahuan yang selalu aku percaya.. jarang sekali, maka saya ini rasanya tidak bisa menjadi ilmuwan. Tapi tadi, aku membuktikan teori yang mengatakan, suasana hati bisa mempengaruhi keadaan fisik. tarikan, desakan, dorongan jiwa ini saling grasak-grusuk, menumpang-tindih.. Kepalaku tidak sakit, tapi tubuhku rasanya kosong. Mungkin itu sensasinya kesurupan. Angin malam yang menghujam dengan kecapatan motorku yang beradu-adu, terasa sepele, sangat sepele.. Semua sepele! Tak ada lagi yang penting.. Huuuuuuuuuuuuu ... Semua tiba-tiba geser, yang kulihat kosong! Di depan saya, ndak ada apa-apa lagi! Masa depanku ndak kelihatan lagi! Mimpi-mimpi itu jadi sepele.... Gue gila! Gue gila! Ahhh! Motor ini tak tahu apa-apa, dia maju terus. Dan aku sampai juga di kost temanku. Dalam perjalanan itu, ada sekitar 2-3 kali aku menimbang kata "KEMANA?"

Wah... Roda ini, kemana kau mau pergi? Motor ini, dengan kecepatan 60 km per jam, mau kemana? "kau mau kamana, bal?" Kau mau apa? Ndak ada, saya ndak tau mau kemana, ndak tau.. ndak tauk... saya DIMANA? Kamu siapa? Apa ini? Apa INI? Semua pertanyaan-pertanyaan buatan ini, terus berputar-putar menyesatkanku.. sampai aku tiba depan rumah temanku. Dan saya akhirnya harus berhenti juga.. Kegilaan ini akhirnya jeda... Bukan henti, tapi jeda.

Beberapa hari lalu, guru menulis bilang bagusnya tulisan ada solisunya, jangan masalah terus. Aku sadar yang lebih sering kuketik, dan kutuliskan untuk kalian hanya masalah, dan lebih banyak pertanyaan. Baiklah, mari kita memberi kalian solusi. Solusiku... milikilah sebuah laptop, usahakan lumayan besar, usahakan milikilah uang cukup untuk masuk warkop yang ada wifi. Masuk, dan bukalah laptopmu, masuklah ke internet.. Dan MUNTAHLAH!

Cinta Gak Terlalu Sama Dengan Lemah

Selasa, 27 Mei 2014

cinta adalah rasionalitas sempurna, tempat harga diri melebur bersama kasih sayang tak bertepi. Merendahkan diri di hadapan cinta adalah menghina diri sendiri, karena cinta tak pernah minta dipuja. Ya, malam ini kubaca dan kuingat semua kisah-kisah.. aku kembali jadi laki-laki penuh teori dan kata-kata yang bisa jadi cuma berhenti di alam konsep semata. Tapi disinilah kurasa keganjilanku menemukan peraduannya, pelabuhannya.

setelah kuingat kalian semua, para nama agung yang pernah memberiku kesempatan mencintai, aku kini bisa menyimpulkan. Ada pesan yang kalian semua ingin perlahan sampaikan dan tanam, dan aku harus paham itu sekarang. Jika tidak, akan tambah banyak hari tak jelas yang sebenarnya sudah terlalu banyak di rentetan waktuku. Jika tidak aku pahami sekarang, jatuh cintaku selanjutnya akan kembali membawa luka gamang tak terpahami.

Semua kata yang telah dan kelak kuketik mungkin akan mengganggu banyak orang, Tapi inilah cita-citaku. Selamat datang... Tuhan. Terima Kasih.

Hati ini masih hancur seperti senantiasa, masih seperti 4-6 tahun lalu, tak berbentuk lagi, tak pantas dimiliki siapa-siapa, tapi tak apa-apa. Semua itu bukan alasan untuk menyia-nyiakan detik-detikku.. semua itu bukan untuk dikutuk seterusnya. Meski pasti besok-besok bisa jadi kalian dapati aku yang versi bangsat ternayta belum juga pergi-pergi, tapi hasrat untuk bahagia, menikmati, bersyukur, belajar lebih, semoga juga ikut menemani.

Hari-hari ini mungkin yang kutulis hanya seperti ini, tapi janji untuk menulis hal lainnya juga ada di niatanku. Aminkan, kawan..

Gamang Larang

Selasa, 13 Mei 2014

Dalam. Aku tenggelam sangat dalam. Dalam Imajinasi yang membius, khayalan yang menjerumuskanku dalam permainan yang tak selesai-selesai. Setiap hari sangat sayang waktuku terbuang-buang disana. Di tempat antah berantah, jauh di dalam sanubari manusiaku, yang tertahan... Yang tak lagi mau berkembang lebih jauh, dan aku takut berjalan. Karena kini jalan kita semua kulihat hanya seperti robot, gerakan yang menipu, seolah hidup padahal sejatinya mati. Intisari dari perenungan panjang yang kulalui hanya jadi sisa cerita saja. Untuk kudongengkan pada orang-orang yang mungkin masih percaya. Tapi selebihnya tak ada lagi apa-apa untuk diceritakan, semua hanya lembar panjang fotokopian... Karena yang asli, tak lagi menemukan jalan keluar.

Tak kupungkiri awalnya semua ini cuma soal cinta belaka. Pada makhluk makhluk rupawan surgawi bernama perempuan, tapi kini tak lagi sesederhana itu, meski kuakui tetap merekalah intinya. Kawan, jika kau tak keberatan kupanggil kawan, ujung dari dunia memang harus kiamat. Ini bukan realita pesimistik, ini hanya fakta otentik karya manusia biasa. Kita semua merindukan Orang-orang seperti Nabi. Orang-orang gila yang bisa kita ajak ngomong dan bergaul sehari-hari. Orang-orang sinting yang bisa kita cintai sampai mati. Orang-orang yang selalu salah dimengerti namun pemberani dan terus bersosialisasi, bukan mereka yang patah-arang lalu menyembunyikan diri. Sebenarnya, sejauh inilah cinta itu kugapai...

Terlalu klise jika cerita cintaku lagi yang mau kuungkit-ungkit, karena setelah aku keliling internet, kisahku bukan yang pertama, pun bukan yang terakhir. Kulihat akhir dari kisah -kisah lama, kulihat awal dari kisah-kisah baru, hanya senyum yang bisa kuukir. Di tempatku, permainan sudah lama usai, seharusnya begitu. Tak ada lagi yang harus kuikuti, semua sudah selesai sejak sangat lama sekali, seharusnya seperti itu. Tapi hidup masih harus terus dilalui, dan disini aku tersesat. AH...betapa lama aku mau mengatakan itu.

Memang bukan terapi seperti ini, bukan relaksasi seperti ini yang cocok denganku, tapi kadang aku mau, betul-betul berharap. Sapa tau disini kutemui satu sisi koinku yang lain itu. Yang akan mengantarku menemui takdir yang sebenarnya sudah lama dijanjikan untukku. Yang akan mempertemukanku dengan satu belahan jiwa yang lama tersimpan dan juga sama menanti-cari ku. Yang akan membawaku pada pertobatan yang sebenarnya, pelepasan yang sempurna.

Sejauh mata memandang masih kutemui para hantu itu.

Maksa Nulis

Minggu, 11 Mei 2014

Akhirnya bisa menulis juga..

Setelah bertempur dengan jaringan yang masya allahu akbar lalodnya, akhirnya akun blogger saya mau menampakkan dirinya. Dan disini, ada adik saya yang paling kecil, yang selalu mau tahu urusan orang, yang juga selalu sok tahu atas urusan semua orang. Akhirnya dia pergi. Sekarang mereka semua sedang bercerewet ria. Adik saya yang paling kecil dengan ke sok tahuannya, sepupu saya dengan suara suara tak jelasnya, dan adik ketiga saya dengan ajaran-ajaran (game) nya.

Apa yang mau saya tulis? Ya, apa ya?

Desauan nafasku perlahan kuhembuskan,
Demi aku mencari arti dari semua ini.
Dan akhir yang samar dari gurauan takdir.
Kenyataan apa yang mau menemuiku?

Hari ini kukatakan cinta, karena kurasakan nyatanya engkau.
Kurasakan nyatanya ancaman kehampaan.
Kekosongan yang menyata perlaahan.
Kenapaaa dengan semua kata-kata ini?
Darimana mereka datang?

Sini kujawabkan...
Asal dari semua itu adalah begadang tak jelas, tontonan tak berfaedah, bacaan menyesatkan, dangkalnya mimpi serta minimnya usaha. Terakhir kali nulis di blog juga saya tahu emang sesulit ini, apalagi udah jeda lama. Ah.. Klise banget si rasanya ya kalo mau bilang "Jadi pusing mau nulis apaan?". Ya sudahlah, yang itu kita lewatkan.

Blog...
Biasanya itu isinya catatan-catatan yang penting ya? Yang menarik gitu, yang asik... Gila, gila... Emang nulis sesulit ini ternyata ya? Resiko deh karena pengen tulisan perfect. Sensanyinya disuruh tidur padahal pengen begadang... Susah! "Aku gak bisa...Aku gak bisa..". Ternyata emang, relaksasi saya bukan yang seperti ini,... Pengen, padahal.

Terlepas Terbebas

Minggu, 13 April 2014


Saat itu aku sedang berjalan. Motor matic yang selalu setia menemaniku terparkir tak jauh di belakang sana, kehabisan bensin. Kuparkir sesukaku di pinggir jalan setelah lelah kudorong beberapa lama, jika ada polisi yang iseng-iseng lewat dan melihat motorku begitu, sudah pasti aku ditilang, sim ditahan, stnk ditahan, motor ditahan. Biarlah, lagipula aku tak punya rencana kembali kesitu. Jadi jika kelak diantara kalian ada polisi, atau pelaku curanmor yang menemukan motor itu, terserahlah mau kalian apakan motor itu, kuikhlaskan. Angkut saja.

Sambil terus berjalan entah kemana, aku tertunduk menatap aspal dibawahku. Dulu di SD, nilai-nilai raportku termasuk diatas rata-rata, meski jarang ranking 1 prestasiku termasuk gemilang. Terbukti dari seringnya si ranking 1 (dan teman sekelas lainnya---SEMUANYA) menyontek PRku, menyontek ujianku, bahkan menyontek catatanku. Kejadian seperti ini tak berhenti di sd, tapi terus berlanjut ke SMP, lalu SMA. Akhirnya aku tak tahan, mulai naik SMA kelas dua aku memaksa diriku BERHENTI PINTAR, aku mulai berusaha bodoh. Tapi ternyata sulit juga, karena sejak dahulu aku memang sudah malas belajar, namun tetap saja aku pintar. Apa yang harus kulakukan ya supaya cepat bodoh? Petualanganku untuk menjadi orang bodoh pun dimulai.

Aku mulai bermain di kelas saat penerimaan materi, aku perlahan menyeringkan bolos, aku mulai rajin main ps, sampai di puncaknya aku menyontek dalam 90% ujianku. Oh, jangan kau tanya, Saat itu aku begitu bangga! Tak bisa kulupakan tatapan kagum teman-temanku saat terpana melihat caraku menyontek. Karena tak seperti mereka yang semalaman membuat kertas contekan, aku tanpa basa-basi dan bertele-tele membuka buku catatan bahkan kadang buku cetak, di tengah ujian, dalam mencari jawaban. Semua ini sejauh pengetahuanku, tanpa tetangkap oleh guru manapun. Aku PUAS! Tapi tidak untuk waktu yang lama.

Saat kuperhatikan susunan angka di raportku, kekecewaan maha besar menguasaiku. Membuatku mengumpat dalam hati sekeras-kerasnya. Ternyata nilai-nilaiku juga tak jauh di atas rata-rata. Sementara nilai para pecontek lain melambung tinggi diatas sana. Aku muak! Dan akhirnya aku memaki-maki sejadi-jadinya melihat betapa orang lain yang nilainya berada di bawah garis rata-rata malah terlihat bahagia dan puas, bahkan saat memegang raportnya. Entah kenapa. Sudahlah, aku menyerah jadi orang bodoh, ternyata jadi orang bodoh memang sulit. I quit from being STUPID. Namun jalan garis takdir menampakkan tanduknya, aku sepertinya terlambat menyadarinya. Terlambat sadar dari kebodohan.

Hari berlalu mengganti minggu, minggu berlalu mengganti bulan, bulan berlalu mengganti tahun dan aku masuk kuliah. Ternyata usahaku waktu sma kemarin untuk jadi orang bodoh terlampau keras, sehingga hasil usahaku itu terukir keras jauh dalam sanubariku, aku telah menjadi orang yang berisi BODOH! Kelas perkuliahan jadi nampak memuakkan setelah beberapa kali dilalui, meski tentu awalnya aku sempat begitu bergairah. Nampaknya memang seperti itu untuk semua mahasiswa baru. Aku tak tahan! Lari ke tempat ps, warnet dan tempat karaokean jadi pilihan utama. Tugas-tugas yang hadir kukerjakan suka-suka, sistem copy paste sudah pasti jadi jalan utama. Malam-malam begadang tak jelas diluar rumah mewarnai hari-hariku. Dan tentu tiba hari-hari bolos kuliah. Maka cerita aku yang menetap dalam rumah sakit kebodohan kembali bergulir kencang. Tapi bukan cuma itu berita buruknya. Sudah kubilang tadi kan? Aku punya Motor MATIC.

Berulang kali jatuh dari motor karena suka kebut-kebutan sepertinya lebih melukai hati orang tuaku daripada tubuhku. Tentu, mereka menasihati sebisa mungkin, dengan cara sebaik mungkin. Namun sudah dasarnya bodoh, aku tak terlalu peduli, sedikit sesal tentu hadir ketika melihat mata ibu berkca-kaca, tapi ketika angin jalanan menggelitik wajahku, tak bisa kutahan tangan kananku untuk memutar gas lebih kencang. Kaca spion hanya ada untuk menangkal gangguan polisi, fungsinya sudah terlupakan. Rem tak bisa berbuat banyak manakala jarak dan kecepatan begitu tak seimbang, kecelakaan demi kecelakaan terus berlanjut. Dan pada saat bersamaan, jauh di lubuk hati kusadari, masa depan kuliahku terancam.

Nampaknya Tuhan memang Maha Tahu. Salah satu buktinya, dia tahu kegalauan yang melandaku. Dalam salah satu rapat yang kuhadiri, yang diadakan oleh perkumpulan jurusanku, terjadi keajaiban. Entah setan atau malaikatkah yang dikirim Tuhan waktu itu, intinya aku kesurupan. Aku yang saat itu hanya hadir dalam fungsi meramaikan, alias cuma pengikut rapat minor, malah berperan aktif dalam menyampaikan usul dan saran, dan---gilanya----juga kritik. Tak dinyana lagi, aku dipilih jadi ketua kegiatan itu. Ampun! Merasa sudah melaksanakan tugasnya, setan atau malaikat yang tadi merasukiku pergi dan mengembalikan kesadaran orang bodoh, entitas sementaraku saat itu yang langsung berteriak; CILAKA 13! Tapi aku tak cukup gentleman untuk menarik kembali semua kata-kataku tadi dan meminta mereka membatalkan penempatanku sebagai ketua. Apa mau dikata, nasi sudah jadi bubur, sudah dikecapi pula, makanlah!

Sepanjang persiapan yang berlangsung kurang lebih sebulan, otakku seperti dipelintir dan diperas. Tak sadar aku mulai sering ke kampus yang otomatis membuatku sering menghadiri kuliah. Karena ini kegiatan kampus, maka secara tak disengaja dan mau tak mau, hubunganku dengan dosen kembali diperbaiki. Semua urusan tentang transportasi, sertifikat dan lain-lain menyibukkan aku dan teman-temanku sehingga tak ada waktu ke tempat ps, warnet, apalagi karaokean. Kecuali tentu untuk beberapa urusan aku harus ke warnet, tapi hanya itu. Titel baruku sebagai Ketua Kegiatan membuatku hampir gila. Ya, ketika persiapan telah seperempat berjalan aku mengundurkan diri, yang mengundang protes keseluruhan dari semua yang terlibat. Namun syukurlah bukan hanya protes yang kutuai dari kejadian pengunduran diri itu, tapi juga sumpah setia mereka akan sepenuh tenaga membantu. Ini kurang lebih memberiku amunisi baru. Aku kembali maju.

Setelah semua rangkaian kegiatan ini selesai, terasa ada yang berubah dariku. Kuliah tidak menjadi kembali menarik, tapi rasanya salah kalau melewatkannya. Intinya kebodohanku perlahan sembuh. Namun sepertinya Tuhan juga Maha Ikut Campur, nampaknya dia belum selesai denganku. Kali ini aku betul-betul disuruh meninggalkan diriku. Aku terpilih untuk berkuliah setahun di luar negeri. Sensasinya seperti nyawa yang dicabut paksa dan dipindah ke tubuh orang lain. Setahun di luar negeri bersama orang-orang yang betul-betul berbeda kembali membawaku ke tahapan renungan yang selanjutnya. Apa itu orang pintar? Apa itu orang bodoh? Mana yang lebih baik? Mana yang akan bertahan? Mana yang bahagia?

Pertanyaan ini kubawa pulang sampai tanah air dalam keadaan belum juga terjawab. Kuliah kembali terasa membosankan, namun dengan alasan yang sama sekali bukan kemalasan. Justru aku sekarang merasa membuang-buang waktuku dalam kelas, dengan mengikuti perkuliahan aku merasa bodoh. Apakah bukan kebodohan ketika kita beradu argumen dengan menyajikan 3 teori yang persis sama akar dan tujuannya? Dan untuk mengejar sarjana? Sarjana apa!? Aku sekarang terlampau muak, melebihi sebelum-sebelumnya. Gas motorku yang kencang kini kembali menemukan defenisinya, dialah luapan emosiku yang berlebih. Pencair kebosanan yang telah berlarut-larut. Tempatku lari dari topeng-topeng palsu penipu dan pecontek.

Maka ketika akhirnya bensinku habis dan motorku tak mau lagi berjalan. Tak perlu lagi kutengok dompet atau kantongku, adakah uang disana untuk mengisi bensin. Aku hanya mau terus diterpa angin, terus bergerak, terus berpindah, jalan kakipun cukup untuk itu. Sepatu pantofel bututku menghantam keras aspal dibawahku, yang tak juga mencair sekeras dan selama apapun aku menatapnya. Keringat mengalir deras di bawah terpaan matahari, tasku terasa berat di punggungku tapi langkahku terasa ringan, sangat ringan. Aku terasa terbang. Nampaknya Tuhan memang Maha Cerewet... Semilir angin panas jalanan seperti berbisik keras-keras; "Kau Bebas!".

 

Makassar

Kamis. 13 maret 2014.

Temple.....RUN

Minggu, 16 Februari 2014

Malam ini, alias barusan...saya telah memainkan game Temple Run II... ternyata seru juga ya?

Temple Run II ini pasti udah banyak yang tau.. bisa jadi malah saya yang paling belakangan tahu soal gane ini... soalnya barusan megang android (iya tauk, jadul). Awal main Temple Run II ini ane sempat ngamuk ngamuk dalam bathin... soalnya nih game asli nyebelin banget pertamanya..tapi setelah selang berapa galon....ehm...maksudnya selang berapa hari.... saya bertemu Hasbi.

Ok...ada ketidaknyambungan di akhir paragraf diatas... tapi tunggu dulu ... Itu disengaja. Alias pasri ada penjelasannya... tenang...tenang.. semua benang kusut ini akan saya urai tuntas dan akan kita temui simpulnya bersama-sama. Oke, lanjut... jadi ini semua bermula pada beberapa abad silam... atau tidak.. Tarolah beberapa hari yang lalu.. kalian semua sudah tahu kan apa yang terjadi? Ya... sya bertemu dengan Hasbi. Bukan, bukan yang insiden saya makan tahu pakai mayo naise. Jadi, ternyata Hasbi ini jago main Temple Run II teman teman!

Oke... hikmah dari cerita ini... jangan pernah menyerah atau putus asa.... gapailah mimpimu stinggi- tingginya... karena kesempatan hanya datang pada orang yang siap. Dan pasar!? Pasar akan memihak pada anda anda yang punya barant jualan.... Pesan saya ... rajin-rajinlah menabung... taati pesan orang tua....jaga kerukunan dengan sesama ummat beragama.... bersainglah secara sehat... selamat ber-twit ria!!

Sekian..
Salam selalu....

Bangkit Dulu, Ah.

Jumat, 14 Februari 2014

Nulis itu so pasti tantangannya adalah kebosanan garis miring kemalasan. Kadang mikirin tulisan bisa gila, belum ngerjainnya. Padahal sebenarnya memang lebih gila waktu mikirnya, waktu nulisnya sih gak banget-banget lah... Stephen Hawking (kalo gak salah) sekali waktu pernah nulis gini.. "Menulis adalah pekerjaan yang sepi, memiliki seseorang yang selalu percaya dan mendampingi adalah sebuah bantuan yang luar biasa". Oleh karena itu saya butuh pacar, eh sory... maksud saya cinta. Yah pacar termasuk lah,,, Makanya sekarang kadang saya stress berat, soalnya jomblo. Hahahah... jangan diambil hati wahai para pembaca, ini guyonan kelakar orang menderita saja. Banyak koq diluar sana para jomblo penulis yang tetap eksis.. dan gak gila gila amat juga koq.

"Berkaryalah... Agar otakmu tak dipenuhi hal-hal yang berbau penyakitan b*ngs*t dan sejenisnya"... ini hanya kata-kata saya, tanda kutipnya buat keren-kerenan aja. Aduh.. Mata saya koq giniyaa.. Apakah mungkin karena sekarang udah jama 03.00 pagi?Ato ini gejala mata minus? Waduh gawat... Saya gak pernah kepikiran bakalan kena mata minus.. Gak pengen juga sih.. Ah semoga bukan gejala mata minus.. Semoga ini akibat gangguan setan yang ingin menghalangi saya dari berkarya dengan cara menulis ini. Yah... meskipun gak keren dan gak terlalu waras ini kah orisinil... asli buatan sendiri.. Meskipun tentu banyak yang secara gak sadar yang terketik ini adalah hasil dari pemikiran banyak orang. Saya hidup sampai sekarang kan juga karena bantuan banyak pihak. Laptop yang sekarang saya pakai kan juga hasil keringat banyak orang.

Terima kasih Ayah..
Terima kasih Ibu.
Terima Kasih Adek-adekku..
Terima kasih Om.. Tante..
Terima kasih juga... Tukang siomay, tukang bakso, mbak-mbak dan mas-mas di Alfamidi, mba-mbak dan mas-mas di Carrefour, Mbak-mbak dan mas-mas di Indomaret.. Tukang tambal ban, tukang sepeda, supir taksi, tukang bajaj, sopir angkot, Pak pilot, mbak pramugari, Pak masinis, Terima kasih ya...


Ohya... Juga buat teman-teman sekalian yang membaca tulisan ini juga terima kasih banget. Ini saya liat banyak yang dari Amric...Gak tau deh nyata ato fiksi... Tapi terima kasih juga.. udah mo mampir n baca-baca.. Mampir lagi ya,...Oh... Buat teman-teman yang gak baca juga terima kasih ya...

Salam selalu..

Bayangan Api

Kamis, 06 Februari 2014

Setiap orang punya sisi gelap dan sisi terangnya. Seperti api yang juga masih memiliki bayangan. Dan tulisan ada kalanya mempresentasikan warna jiwa si penulis. Pertanyaannya, mana yang harus lebih sering ditulis, mana yang sebaiknya ditulis? Gelapkukah? Terangkukah? Baiklah, kalau saya, terserahlah... Apa yang nikmat untuk kutulis itulah yang aku tulis.. Meski setelah saya baca-baca ulang ternyata dalam banyak kesempatana saya jauh lebih sering memilih menulis yang gelap-gelap dari kehidupan pemikiran saya.

Dalam kesempatan kali ini, saya ingin meregangkan otot dan melemaskan syaraf. Pandangan, pemikiran, pola pikir, cara pandang atau apalah semua itu... Telah terkikis gila-gilaan belakangan ini, masih terus terjadi tapi inilah hidup. Seperti air yang melewati sungai... Selama  ada ruang, arus akan hadir.. Terserah kau buang sampah atau berak di kali, mau buang permata, dollar atau emas... Sejauh ada ruang, arus akan hadir. Air akan mengalir. Dan disini saya. Menulis karena mau menulis.

Refreshing jiwa kata sebagian orang. Pemenuhan pada diri sendiri, tapi tak dipungkiri juga... Kadang aku ingin dibaca..Aku ingin tulisanku dikomentari.. Dipuji kalo boleh. Responlah, yah.... enak juga kalo ada yang merhatiin ternyata ya, kawan? Tapi ya mbok saya ndak maksa cari pengikut lah.. Ini Om Google sama Mas Blogger udah berbaik hati biarin saya nyampah di tempat mereka saya dah seneng... Galaksi seabrek bernama internet ini batasnya mungkin jauh juga.

Refreshing jiwa kata sebagian orang. Pemenuhan pada diri sendiri... Loh koq upline nya diulang? ya suka-suka  saya lah... Nulis itu puyeng juga loh.. bahkan karangan bebas.. bahkan tulisan ngaco kayak gini aja nih susah banget bikinnya sumpah... Butuh berton-ton ceramah, berkilo-kilo semangat.... buat bisa lanjut.. yah wajar.. Taraf saya masih penulis level beginner, atau mungkin sandbox... Ini udah empat paragraf... udah bagus lah kayaknya ini ya? Okelah... saya tutup dsini.. Rencananya mau rekap Firapu dan Roki semuanya... Hah.... Gilak... Padahal belum genap 10 halaman... inih kepala udh buntuuuuu.. aja...

Oke.
Salam Selalu.


Marakech

Selasa, 04 Februari 2014

Kita sampai di Marakech, hari sudah sore.. Adzan berkumandang. Ashar masuklah. Turun dari bus, turunin tas-tas, orangnya juga. Saya muntah-muntah. Nah ini muntah kedua. Saya muntahnya berusaha banget supaya gak keliatan, kasihan sama teman-temannya, entar pada ikutan muntah, keliatan udah pada mabuk semua soalnya. Gilak men!! 7 jam di bus! Oke.. Lanjut. Kita jalan ke temapat pertemuan, deket koq dari pemberhentian bus ini. Tepatnya di Pom bensin di depan Hotel Al-Sawaq Al-Salam, Hotel Besar Banget, paslah buat ketemuan.

Saya dan Aldi singgah dulu bentar di Pom Bensin, masuk Wc. Saya buang air kecil, sekalian puas-puasan muntah bener... Aldi dulu yang masuk, cuma satu soalnya wcnya.. dia bayar 2 dirham sama tukang bersih-bersihnya. Lalu saya yang masuk.. Saya bayar cuma 1 dirham si.. Untuk info tambahan.. Itu wc di kafetarianya. Oke udah. Kak Fauzan udah ada, siap nganter kita ke rumah temen-temen. Oke. Kita bersembilan udah siap...ternyata masih jalan bentar dulu, supaya sampai di situs tempat Gronk (semacam angkutan umum dari ras taxi) biasa beroperasi. Dalam per-jalan-an temen-temen lewatin stand-stand pinggir jalan yang jual buah, inisatif aja beli buah apel sekantong. Gronk nemu, kita naek, cabut jalan! Gronk pertama isinya, saya dan 3 cewek, sisanya orang setempat, kira-kira 2 orangan kalo gak salah, sama sopir berarti kita ada 7 orang di gronk. 3 di depan, 4 di belakang. Gronk emang agak luasan. "Berenti di depan Masakhhah Yorli ya!" Kata mas Fauzan sebelum nutup pintu gronk. Gronk pun berjalan.. Saya ingat saya itu agak buru-buru banget waktu itu... Entah, pokoknya lebih careless gitu lah.. Ohya semua ransel di jatahin ke gronk kami.

>>>>>>
Cerita sisanya nunggu tangan saya mau lagi.

Salam selalu.



NAWAITU

Hilang diantara bacaan dan tulisanku, aku melongo. Hilang diantara sela aktifitas dan tidur, diantara himpitan detik, aku terbengong. Yah... Episode Firapu dan Roki rasanya harus menanti lebih lama. Rasanya seperti dipaksa merasakan gentar akan hidup, takut akan mati. Masih banyak ternyata yang mau aku lakukan, yang mau aku selesaikan, janji-janji yang mau aku lunasi. Masih banyak karya yang mau kubuat, tapi tanganku mengkarat. Masih ada nada-nada yang mau kupetik, masih ada lagu yang mau kunyanyikan... masih banyak yang ingin kulakukan. Aku masih muda. Tapi sakit ini membuatku tua.

Jariku, lidahku, kakiku....mataku, telingaku, hati dan otakku. Pusaran angin puyuh gila yang dulu meraung kencang-kencang kini menjinak---bukan--- MENGHILANG... Perlahan. Yang tersisa ada sedikit puing, bekas senjata rusak, sedikit harta rampasan perang. Diatas sudah terlalu tinggi, di bawah tak lagi ada alas, bualan mimpi selesai sampai disini. Terbangun kaget pelan-pelan, sudah pasti... Tersangkut... tentu...

Simfoni hitam yang mendiam perlahan tetap mengetukkan derap langkahnya di tengah hujan deras di hutan serigala mata biru yang sudah lama haus... Entah lengkah terakhir atau mantra pemanggil, yang jelas.... yang jelas...bunyinya terngiang. Jelas sampai subuh hari... Masuk sampai hati,sampai terbawa mimpi.. Sampai bangun lagi.. Sampai status fb. Celah sempit bernama kesempatan itu masih terbuka... Tentu. Tak pernah tertutup untuk siapapun.. hanya pindah. Kini jejaknya tak kulihat lagi. Lucunya? tak ada keinginan mencari. Niat punya, tapi tidak mau.

NAWAITU!
Salam selalu...


 

Popular Posts

Tags

Akun (1) blegok (6) Catatan luka (36) DerapLangkah (11) gemes (1) Giyatta (7) Giyatta!! (3) HujanDeras (9) IN-g-AT (13) Kacau (31) KAYLA (3) LucuB (5) Mimpi (8) Minat n pengen (11) Naskah (7) Pesan (5) Puisi (4) salute (5) Sejuta hidup Sehari (45) Serius dikit (11) Shadowlight (16) SuPistik (6) tapi gak bakat (4) Ups (5) Wisata (7)

Ketikkan Saja