Kupenuliskah

Kamis, 30 Oktober 2014

Mungkin akan hanya aku yang terus mengenang seorang Iqbal Saja sebagai penulis.

Lahir dalam sebuah keluarga sebagai anak tertua atau pertama, catatan hidupku datar saja. Kalaupun ada beberapa dalam hidupku yang kalian tahu istimewa itu tak lain hanyalah kehebatan kedua orang tuaku dan ridha allah semata. Bahwa aku bisa pergi ke maroko dan dibeasiswa selama setahun disana, hanya sekolahku yang hebat dan menunjukku sebagai wakil. Singkatnya dari apa yang kulakukan tak ada yang begitu luar biasa, maka jarang kubangga banggakan apa yang pernah terjadi padaku. Pun jika kalian dapati ada hal hal istimewa dalam tulisan tulisanku ini, maka aku bersyukur pada Allah Swt. Karena sejujurnya, sejauh ingatanku, aku hanya mau mengaku diri sebagai penulis. Menjadi penulis yang karyanya dibaca dan menginspirasi banyak orang sudah menjadi mimpi yang menghantuiku sejak kecil.

Dari kecil, sejak tahu cara membaca, aku sudah mulai berusaha membaca banyak hal. Masih ingat aku, bagaimana ayahku membuat sebuah buku dengan tulisan tangannya sendiri agar aku mengenal huruf dan penggunaannya dalam susunan kata. Beliau tulis dalam sebuah notes sederhana, yang kerap kita lihat dipakai wartawan tempo lama. Yang ituloh, yang kalau mau membuka halaman selanjutnya, maka caranya adalah membuka kertas ke atas bukan kesamping. Maka setiap melihat notes seperti itu, selalu hinggap padaku rasa akrab yang mendalam. Setiap melihat notes seperti itu, sadarlah aku, Ayahku jauh di dalam hatiku adalah pahlawan besar. Buku itu dulunya selalu kubawa bawa kemanapun, masanya ialah sebelum masuk sd klas 1. Jadi aku sudah mengenal abjad sebelum masuk sd, lengkap dengan cara bacanya, penyambungannya. Saat itu aku belum sadar, kalau aku sedang jatuh cinta. Jatuh pada dunia baca tulis.

Waktu berselang, tahun berlalu. Banyak hal berubah, notes itu sudah tak tahu entah dimana, tertinggal di kenangan, 17 tahun lalu. Tapi cintaku pada baca tulis tak berubah, malah semakin tergila-gila. Di sd, majalah Tiko, bobo, beberapa komik dan koran koran kubaca sangat sering. Dan disana itu saja aku melampiaskan rasa, komik, majalah, koran, dan beberapa cerpen di buku pelajaran sekolah. Kadang saat sedang sendirian dan tak ada yang mau dilakukan, aku mulai membuka buku dan mengambil pulpen, menggambar sesuka hati. Anak kecil mana yang tak suka menggambar? Tapi waktu kecil aku pernah mengarang sebuah lagu. Judulnya Cinta Putih. Kala itu, aku sendiri yang punya konsep lagu begitu sehingga rasanya konyol sekali, sekarang pasti sudah banyak lagu judul begitu.

Semasa smp lah dia menjumpaiku, Sebuah Novel. Berlatar peristiwa WTC yg ditabrak pesawat, novel tipis ini, bahkan sangat tipis sebenarnya, mengisahkan sepasang kasih yang terpisah karena si lelaki wafat pada kejadian itu. Membacanya, merasakan luka sang gadis, perjuangannya dalam membuka hati yang terlanjur mati, penerimaannya pada hati yang baru. Dan aku hanyut begitu saja. Setelah menutup halaman terakhir novel itu, saya tahu saya mau buat yang seperti ini juga! saya mau buat yang beginian!

Sejak itu aku menjadi pembaca setia novel-novel apa saja yang kusuka. Tak ada genre khusus, selama bisa membawaku hanyut, aku suka. Dan ternyata menulis tak semudah membaca. Perlu tekad, kepercayaan diri yang tinggi, mental yang tangguh. Kesemuanya itu aku tak bisa miliki sepenuh waktu. Kadang aku ya, kadang aku tidak. Jika sedikit saja masalah datang, langsung aku kalah dan melemah, lalu menyerah. Sudah ada puluhan naskah. Tapi yang kumulai selalu tak bisa kulanjutkan. Seperti sebuah kutukan yang lengket tak mau lepas.

Kutukan yang agaknya juga menghujani aspek hidupku yang lain. Kuliah setengah setengah, cinta yang melemah loyokan, tugas yang dikerjakan seadanya, hidup yang serba tidak maksimal dalam usaha. Meringkuk dalam rasa malu. Meringkuk dalam rasa kalah. Meringkuk dalam rasa bersalah. Meringkuk saat marah. Meringkuk, berbaring, melemah.

Aku tidak punya rencana, cuma selembar harapan usang, beberapa doa, dan sebuah sumpah. Kegelapan mengelilingi sedikit cahaya terang. Aku berjalan dan terlelap. Aku lelah dan berbaring. Aku malu dan bersalah. Aku hina dan berdosa. Tapi aku berdoa, semoga besok jadi lebih baik.

Salam selalu

Tidak ada komentar:

 

Popular Posts

Tags

Akun (1) blegok (6) Catatan luka (36) DerapLangkah (11) gemes (1) Giyatta (7) Giyatta!! (3) HujanDeras (9) IN-g-AT (13) Kacau (31) KAYLA (3) LucuB (5) Mimpi (8) Minat n pengen (11) Naskah (7) Pesan (5) Puisi (4) salute (5) Sejuta hidup Sehari (45) Serius dikit (11) Shadowlight (16) SuPistik (6) tapi gak bakat (4) Ups (5) Wisata (7)

Ketikkan Saja