Tentang Defenisi

Senin, 18 Februari 2013

Yang kucoba perjelas hanya luka.
Tapi aku takkan pernah berhenti mencoba.
gagal dan aku kan bangkit lagi.
kau boleh saja tak peduli, menyerah untuk mengerti.
Tapi aku tak sudi berhenti.
Meski kadang merintih kadang menjerit, tapi kaki ini kutanam bukan untuk jatuh.
Mungkin kadang aku terbungkuk, hampir bertekuk lutut.
Pada perih yang tergores sendiri.
Tapi kucoba pahami, hidup ini perjuanganku, hidup ini pertarunganku.

Yang kucoba perjelas hanya dusta.
Tapi aku takkan berhenti bertanya.
Mungkin tak lewat suara, tanpa kata.
Tapi sumpah, kau akan kubuat mengerti.
Dustaku yang paling sejati.
Karena aku. Pun AKU.
Aku pun tak lagi mampu memilah yang mana hitam dan putih.
Atau antara hijau dan biru.
Atau merah.

Yang kucoba perjelas hanya hampa.
Tapi aku takkan berhenti.

Tentang Penjaga

Yahhh...inilah aku. Hanya penjaga pintu keluar dan masuknya.
Aku tak keluar, juga tak bisa masuk. Inilah aku, Si penjaga pintu.

Kau mungin tahu ceritanya. Tentang 5 tahun lalu, ketika nama Agung pertama yang kujaga pintunya. Akulah yang setengah mati memupuk bunganya yang hampir layu. Aku yang setiap hari menyiangi akarnya, menyirami daunnya yang layu. Aku yang menjaga dan merawatnya. Namun garis tanganku sudah seperti itu. Aku hanya penjaga pintu. Bunga itu tak mekar di tamanku. Kini aku tak tahu. Mungkin harumnya telah menyebar hingga pelosok tempat kediamannya. Mungkin kini dia telah mekar sejadi-jadinya. Tapi bukan di tamanku...Garis tanganku mengantarku jauh, menghilangkan jalan yang ingin kutempuh jika ingin melihat dia. Semua jembatan menuju dia sudah tak lagi untukku. Sebagian raib, sebagian runtuh. Aku masih termangu dalam berapa saat. Katanya "Hingga tiba WAKtuku". Tapi waktu untuk si penjaga pintu takkan tiba.

Kau mungkin pernah dengar. Tentang 5 bulan yang lalu, ketika nama Agung kedua kujaga pintunya. Kembali aku merawat bibit yang baru mulai tumbuh itu. Kembali kukerahkan seluruh yang kubisa untuk buat dia jadi yang terbaik dari yang dia bisa. Dari potensi yang Tuhan beri untuknya. Aku tersenyum kala dia tersenyum. Aku tertwa ketika dia sedih. Aku tertwa di depannya, agar dia tak sedih lagi. Kusimpan dalam-dalam luka yang kupunya dalam memegang setiap durinya. Kugenggam erat rantingnya yang lemah, biarkan ku patah, asal jangan dia. Sekali waktu aku tak tahan lagi. Dan saat itu kusingkap sedikt padanya tentang derita si penjaga pintu. Dia tergagu, dan termangu, dia tak sanggup untuk tahu dan mengerti. Sungguh lelah. Tapi kali ini aku pun harus terima. Aku hanya penjaga Pintu. Dan Kurasa pintu dia kini tertutup untukku. Aku tak punya kunci. Aku masuk saat pintunya terbuka. Mengetuk, hanya mengetuk yang kumampu. Mendobrak bukan watakku. Aku takut serpihan pintu dan engselnya akan melukai bunga yang tertanam disana.

Kini sebuah pintu didepanku terbuka. Aku tak yakin ada apa di dalam sana, meski dari luar sini jelas terasa hawa yang sama dengan pintu lain yang pernah kujaga. Hawa yang tak terlukiskan kata. Kali in aku terpaku dan bisu. Aku merindukan dia yang Kedua...Aku merindukanmu yang tahu aku rindu. Aku merindukan nama yang kedua, yang tahu aku membutuhkannya.

Namun kini pintu ketiga itu mengundangku masuk. Apa yang harus kulakukan?

Kurasa kali ini sudah jelas. Aku hanya Penjaga Pintu.

Narty

Minggu, 17 Februari 2013

sya datang, sempat buat hidup kamu jadi lebih indah..

tapi, sekarang kau kecewa padaku, maka kehadiranku selallu hanya menimbulkan luka..

Aku selalu berharap pada Allah supaya kau yang dulu, yang membuatku terpana dan yang membuatku selalu nyaman disampingmu, kembali...

Tapi pasti Allah ingin kau jadi lebih baik....
Dari sini,...
Saya mendoakan kebahagiaanmu...


under a name, with heart full of guilty and confused.
dibawah sebuah nama, dengan hati yang penuh rasa berslah dan kebingungan.iqbal.
dia yang kukirimi pesan ini tak membalas..
jadi layaknya pesan ini tak jadi miliknya seorang..Kubiarkan dunia ikut mendengar jeritan hatiku yang nestapa.

Tentang Diri

Aku justru kesulitan mengarang kata ketika hatiku tenang. Atau tepatnya ada di titik nol. Tapi itu tidak boleh dibiarkan, dan itu alasan saya kembali manulis. Oke, sebenarnya bukan cuma itu. Aku menulis karena ingin berbagi cerita. Dan karena aku punya cita-cita. Menjadi penulis.

Penulis!! Bisa kau bayangkan itu? Bikin cerita lalu dibaca orang beratus-ratus, beribu-ribu, bahkan bisa berjuta-juta! Jadi kau boleh memvonisku seperti itu. Sebagai orang yang ingin terkenal, ingin tenar. Tak apalah, aku tak peduli. Yang penting kau mau baca ceritaku, aku senang. Kau tak senang baca ceritaku, aku tenang. Kau tak bisa baca karena buta huruf, aku kasihan.

Yap, sudah layakkah aku jadi penulis? Tak tahu, tapi aku yakin aku punya potensi jadi penulis. Aku punya potensi jadi apa saja. Siapapun punya potensi dalam mewujudkan impiannya. Masalah di tengah jalan mimpi kita kandas karena satu dan lain hal, itu soal lain. Selama kau dan aku menikmati matahari yang sama. Selama kau dan kau menghirup oksigen yang sama. Selama kau ndan kau ada di bawah langit yang sama, berarti Tuhan menyayangi kau dan aku.

Tak apa kau dan aku berangkulan. Kita teman sampai kiamat datang. Mungkin warna kulitmu dan kulitku tak sewarna, tapi kulit tetap kulit juga. Tertembus pisau, terbakar api. Mungkin kau cinta Real madrid dan aku sayang barcelona, tapi bola akan tetap bundar (semoga). Jadi mari kita berteman. Mungkin tak selalu kita bertukar senyum. Tak perlu. Aku dan kau sudah ditakdirkan hidup saling menyayangi. Ya sudah, mari kita jalani. Biarkan saja perbedaan jadi pelengkap. Apa enaknya bakso tanpa saos dan kecap? Meski ad orang yang makan bakso tanpa saos dan kecap. hahaha.

Ini kusebut sastra kosong. Panjang tapi maknanya tak ada. Seakan hanya melatih tangan diatas keyboard. Namun seperti itu pun tak mengapa. Karena jalan hidup kita pun tak selalu berwarna. Beberapa kosong, putih. Tapi disana kita tetap belajar. Bagaimana kita menikmati sepi. Bagaimna kita menikmati anugrah terbesar, milik kita yang sejati. DIRI INI.

Tentang awal Mula

Kamis, 14 Februari 2013

Today is the day...

hari inilah hari itu. Hari kau kembali berusaha mulai belajar. Mencoba memmbangkitkan mimpi yang seringkali terlintas dalam lamunan ku.

Dalam lamunan dan angan-angan kadang terlintas wajah gadis-gadis cantik. Atau keinginan keinginan yang sepintas lalu menyedot perhatianku. Kadang dalam lamunan terlintas nama seorang perempuan. Atau keinginan-kenginan yang sudah sejak lama menghantui.

Aku ingat waktu masih bocah. Begitu liar dan merdeka. Aku tinggal di dunia yang hanya aku yang bisa mengaturnya. Dsni, di dunia ini, aku mengatur siapa saja yang boleh atau tidak boleh masuk. Tapi untuk lebih banyak hal aku adalah orang yang percaya. Aku percaya pada Upik dan Kahar, atau pada Gery dan Luis. Aku percaya teman-temanku yang baik dan menyenangkan. Aku mau melakukan apa saja asal mereka senang.

Seiring waktu berlalu, dunia tak terlihat sama lagi. Klasik memang, tapi kurasa semua orang meski disimpulkan dengan cara yang sama, jalan menuju kesimpulan itu pasti berbeda. Itulah yang menarik untuk diceritakan. Ya, untuk itulah cerita ada. bukan sekedar penmgantar tidur bagi anak kecil. Untuk berbagi pada dunia.

Seperti yang kubilang tadi , belakangan dunia banyak berubah. Tak terkecuali duniaku. Aku tak lagi memegang kendali penuh pada dunia yang kubangun. Bahkan aku tak lagi memegang kendali penuh pada apa yang kulakukan, pada diriku sendiri. Banyak orang mulai memaksa masuk ke duniaku  meski aku tak mengijinkan. Atau aaku yang diapaksa masuk ke dunianya meski aku tak berkehendak. Aku mulai merasa jadi boneka.

Boneka bagi, teman-temanku, adik-adikku, orang tuaku, pamanku, bibiku, masyarakat, tetangga..dll. bahakan boneka bagi diriku sendiri.
.......kurasa aku sudah bicara terlalu banyak.

Jadi mungkin sampai disni dulu

Tentang Rasa

Rabu, 13 Februari 2013

Semakin lama, kebencian ini semakin tak terjelaskan.
Dari mana dia datang?
Semakin lama, aku hanya semakin bingung dengan semua yang kurasakan.
Apa yang membuat ini begitu rumit.
Tentu bukan karena aku kurang bahan pikiran.

Yang kudapati kian hari aku makin bingung. Seperti akar dan ranting. Di atas dan dibawah mereka tumbuh bersamaan tanpa bisa ku kendalikan.
Perasaan menjelma lepas tak terkontrol.
Dan aku bertanya mengapa?
Setelah semua buku yang kubaca.
Mengapa?
Setelah semua hari yang kulewati.
Mengapa?
Setelah semua tempat yang kujelajahi.
Mengapa?

Mungkin karena dimanapun aku berada yang kubawa jiwa yang sama.
Mungkin karena apapun yang kulakukan yang kugunakan adalah tangan yang sama.
Mungkin karena apapun yang kubaca yang kugunakan mata yang sama.

Aku paham angka dan huruf.
Namun ap artinya jika senyum yang kuukir tak bisa kumaknai?
Aku tahu kata dan nada.
Namun untuk apa jika suara yang keluar tak bisa kupahami.
Aku dengar dan rasa.
Namun apa gunanya jika aku tak tahu ap yg harus kulakukan.

Aku bukan tembok, maka tak bisa kupantulkan semuanya begitu saja.
Aku bukan bantalan gabus maka tak bisa pula semuanya kuredam.
Aku....
Aku,

Aku benci terus merasa seperti anak kecil yang tak mengerti apa-apa.
Trus menyadari bahwa aku hanya bocah awam tak mengerti dan tak terdengar.

Sekali waktu,..
Sekali waktu aku ingin mengenal diriku lebih jauh.

Tentang MAti

Selasa, 12 Februari 2013

1-12-3-40.000 jiwa sudah mati.
Hanya menanti kubur tuk melahap baunya.
Menutup busukxa tubuh yang mengalir dalam darah.

1-12-3-40,000 jiwa sudah mati.
Tak ada lagi selain berjalan menyesakkan bumi.
Sisa menunggu kubur menghentikan langkah nya yang sia-sia.
Jiwa-jiwa itu sudah lama mati.
Tak lagi di sebut, tak lagi dikenal.

30-5-89 juta jiwa di bumi.
Menanti kematiannya menyatakan status yang paling pasti...
Karena mereka, 30-5-89 juta jiwa itu tak lagi tahu untuk apa hidup.
Tak lagi mengerti dengan manusia lainnya.
Orang-orang ini mati muda.
Muda, bahkan jauh sebelum alam semesta tercipta.

Apa kah darah yang mengalir itu yang menyatakan hidup?
jika hanya sekedar jantung yang memompanya.
Ataukah jantung yang berdetak itu dinyatakan hidup?
jika hanya sekadar otot tak sadar yang menegang.
Atau paru-paru yang memompa itu dinyatakan hidup...?
jika hanya sekedar otot tak sadar yang menegang.

Apa arti darah itu jika tak ad lagi kata.
Apa arti detak jantung itu jika tak ad lagi gerak.
Apa arti paru-paru itu jika tak ad lagi jiwa?
 

Popular Posts

Tags

Akun (1) blegok (6) Catatan luka (36) DerapLangkah (11) gemes (1) Giyatta (7) Giyatta!! (3) HujanDeras (9) IN-g-AT (13) Kacau (31) KAYLA (3) LucuB (5) Mimpi (8) Minat n pengen (11) Naskah (7) Pesan (5) Puisi (4) salute (5) Sejuta hidup Sehari (45) Serius dikit (11) Shadowlight (16) SuPistik (6) tapi gak bakat (4) Ups (5) Wisata (7)

Ketikkan Saja