Hidup Ini Hanya Sementara

Minggu, 26 Juli 2015



Hidup ini hanya sementara... Mau kau apakan? Apakah kau mau seperti para penganut YOLO? Yang lalu mengisi hidup ini dengan foya-foya dan hura-hura, meledak menjadi-jadi, Terbang sampai membentur langit paling ujung, terbakar sebara-baranya sampai jadi abu halus. Atau seperti firman Allah dalam Al-quran, beribadah? Pergi ke mesjid, membaca alquran, berpuasa sunnah, bersedeqah, rajin membantu sesama dengan ikhlas dan hanya mengharap imbalan pada Allah semata? Atau sebenarnya hidup ini sederhana.. Hanya sebuah kejadian dari rangkaian raksasa rencana dan kehendak Ilahiyah. Dan kita tinggal harus menjalani saja.. Mengikuti arus, terbawa angin berhembus, menikmati perjalanan, menyeka peluh, menyediakan bekal, lalu berjalan lagi.

Mungkin hidup gabungan dari ketiganya. Kita berpesta di hari raya tuhan sepanjang hayat kita. Kita beribadah dengan berjuta gerak dan tarikan nafas, dan dzikir dari detak jantung, puja puji tuhan selalu dari denyut nadi, pompa nafas surgawi tanpa henti, hingga Tuhan memanggil untuk kembali. Kita berjalan diantara pesta ke pesta, ibadah ke ibadah, dan terus kita berjalan, dan berjalan, terus kesana entah kemana, ke tujuan yang telah disiapkan untuk kita, sesuai jalan yang kita tempuh.

Aku ingin sekali percaya aku bisa hidup selamanya. Di pesta raksasa ini. Di ibadah kultus khusyuk ini. Di Jalan panjang menghanyutkan ini. Ingin sekali selamanya begini, tak usah kemana-mana lagi. Cukup disini. Tapi panggilan-Mu... Membuatku rindu. Dan aku mengetuk, selalu mencoba mengetuk. Meski selalu pula melakukan dosa. Karena taubat menyiksa. Kebosanan melingkupiku, menyergapku. Kegelapan menemaniku. Dan aku selalu merasa kesepian tanpa cinta atau apapun itu.

Sekian...
Salam Selalu

It Was A Wrong book, Mate

Senin, 13 April 2015

Menulis adalah mengikat makna. Membaca adalah satu-satunya yang masih mengingatkanku pada siapa aku dulu, pada namamu, pada dirimu. Satu-satunya yang masih mengikatku padamu. Dan tali ini akan kupegang erat-erat. Sejujurnya aku memilih lari. Aku hanya memilih lari dan sembunyi dari semua masalah. Dari semuanya. Aku tak mau menghadapinya, karena rasa sakit diabaikan itu ternyata terlalu sakitnya. Seperti semua lubang hitamku dikumpul jadi satu ditambah satu lagi yang baru setiap kali itu terjadi. Sebuah rasa sakit yang betul-betul tak berwujud. Tak bersulosi. Tak ada tempat lari dan atau sembunyi dari yang satu ini. Karena justru di pelarianlah rasa sakit ini kutemui, justru di persembunyian sakit ini bersarang, Meraja. Dan menerkam segalaku.

Jika menulis adalah mengikat makna, membaca adalah menemukannya. Dan kukira kaulah buku yang tertulis untukku, sebuah buku yang akan kurawat sepenuh hati, kusampul dan takkan kupinjamkan pada siapapun, takkan bosan kubaca hingga berkali-kali. Darimu akan kutulis beribu karya indah tak terperi, karena kau adalah kristal makna yang takkan habis dicacah, takkan selesai dibagi, takkan sempurna dipetakan, kaulah maha makna untukku. Lalu tiba-tiba buku itu menutup setiba-tibanya. Seakan tak pernah dulu buku itu terbuka walau sehalaman, tak pernah untukku. Mendebulah semua makna itu, hilang. Karena hatiku ini rapuh dan lemah dan plin plan. Tak bisa kugenggam, ternyata, pasir makna yang berjuta-juta darimu. Kau menjelma jadi sejuta asteroid di luar angkasa. Mengawang tak berbeban meski sarat massa jika kau masuk ke orbit lingkar gravitasiku. Hai bidadari yang keluar dari kamus tujuh bahasa dan sastra pelangi tujuh warna, kenapa begini jadinya?

Sebuah buku tergolek, diam tak melakukan apa-apa. Tak ada yang tertarik untuk membacanya, tak ada yang tertarik mengikat makna darinya, tak ada yang menganggap ada sesuatupun yang bisa ditulis darinya. Kini kucoba menerka-nerka, jika aku jadi kau. Jika aku jadi Kamu, lalu bagaimanakah terlihatnya aku dari mata Kamu? Apakah sebuah bayangan yang ada tapi tak perlu dianggap ada? Atau debu yang ke-ada-annya selalu siap jadi tapi bisa pula dikebas seketika dan menghilang. Atau hanya sekedar sebuah ada yang menuntut diperhatikan tapi tak penting untuk dirawat dan disayangi, ada yang membingungkan dan mengganggu tapi tak cukup mengganggu untuk diatasi serius. Aku sedang menjadi Kamu, dan yang kulihat hanya seorang laki-laki dewasa tanpa masa depan yang lucu dan menyedihkan. Tapi diatas semua itu, dari mata Kamu kulihat seorang laki-laki LAINNYA. Tak ada yang istimewa, tak ada yang spektakuler, tak ada yang menarik, tak ada, normal dan biasa-biasa saja, bahkan aneh dan cenderung menjijikkan. Laki-laki di depanku ini bau. Bau tak enak yang mengernyitkan hidung, merindingkan bulu kuduk, dihindari orang-orang. Segera aku jadi aku lagi.

Tapi kita takkan pernah tahu kan? Seseorang harus membuka buku itu membacanya. Hei, apa yang ada di dalamnya? Mungkin memang tak ada apa-apa disana, hanya sebuah buku kosong bersampul mentereng yang dilupakan seseorang tanpa sengaja, atau orang itu memang tak peduli pada buku ini. Bisa jadi juga ada sesuatu yang sangat menarik disana, ada tulisan dari seseorang yang tiba-tiba kita merasa mengenalnya. Dan semua orang mulai penasaran. Hei, apa isi buku itu? Ketika semua orang mulai mendekati buku itu. Melihatnya lebih baik. Orang-orang itu menyadari buku itu milik seseorang. Orang itu teman mereka. Mereka menghubungi orang itu. Orang itu datang dan melihat buku itu. Ya, itu bukuku, katanya. Tak ada yang mau kuberi buku ini? Dia bertanya. Tak ada yang mengangkat tangan, awalnya. Lalu satu tangan terangkat, lalu dua. Buku ini buku tua, katanya. Antik, katanya. Takkan kuberi siapa-siapa, katanya, tersenyum miring

Ya sudahlah, kita semua orang baru disini kan? Ayo pulang. Buku itu? Buku itu milik dia.

>>>>>>

Sekian
Salam Selalu
 

Popular Posts

Tags

Akun (1) blegok (6) Catatan luka (36) DerapLangkah (11) gemes (1) Giyatta (7) Giyatta!! (3) HujanDeras (9) IN-g-AT (13) Kacau (31) KAYLA (3) LucuB (5) Mimpi (8) Minat n pengen (11) Naskah (7) Pesan (5) Puisi (4) salute (5) Sejuta hidup Sehari (45) Serius dikit (11) Shadowlight (16) SuPistik (6) tapi gak bakat (4) Ups (5) Wisata (7)

Ketikkan Saja