Tahun Kesedihan

Minggu, 07 Juli 2013

Ini tahun kesepuluh diutusnya beliau menjadi Sang Rasulullah, Utusan Tuhan, dan dia menamakan tahun ini, Tahun Kesedihan. Bukannya semangat Beliau akhirnya hilang atau hati Beliau melemah, namun tahun ini memang luar biasa memberatkan hati Sang Nabi Muhammad. SAW. Di tahun ini dua orang kesayangannya wafat dalam selang waktu tak sampai 2 bulan. Pertama Sitti Khadijah bintu Khuwaidah, istri Beliau, di susul Abu Thalib, paman beliau. Maka tahun ini beliau namai 'Amul Hizn'. Tahun Kesedihan.

Mari kita tarik sedikit garis waktu, dan kita hayati air mata Sang Nabi. Khadijah bintu Khuwaidah, istri beliau yang pertama, adalah Saudagar kaya, dan seorang janda terhormat sebelum dipersunting Sang Nabi. Dan Khadijah, dari sekian banyak pemuda dan pria lain di mekkah, memilih Muhammad, seorang pemuda yatim piatu penggembala kambing yang lugu. Di sini, di jiwa yang inilah, pertama kalinya Muhammad bertemu tempat untuk berteduh. Di Khadijahlah air mata perjuangan nabi bertemu muaranya. Segala keluh kesah, air mata darah dan keringat nabi di peras sampai habis di Pangkuan Khadijah. Ya, Khadijahlah perempuan pertama yang memberi Muhammad sentuhan keibuan setelah sekian lama. Cukup lama, sejak Ibu nabi, Sitti Aminah bintu Wahab, wafat saat Muhammad berumur 6 tahun. Mungkin Muhammad takkan lupa, bagaimana Khadijah menyelimutinya setelah penerimaan wahyu pertama. Bagaimana dia gemetar dalam pelukan Khadijah malam itu. Tak ada yang mampu meramalkan Tuhan, tak juga sang utusannya, Muhammad ibn Abdullah. Hari ini, 10 tahun kemudian, dia bertemu guncangan yang lebih dahsyat dari malam itu, kepergian Khadijah. Istri pertamanya, ibu dari anak-anaknya, peneduh jiwanya. Dan kelak, akan dia hadapi malam paling menakutkan, tanpa Khadijah. Maka mari kita hayati air mata Sang Nabi, dan bershalawatlah untuknya.

Sebulan lima hari kemudian, Abu Thalib wafat. Tahu tidak? Abu Thalib paman Nabi yang peling getol membelanya. Dialah tameng dari semua pedang dan anak panah quraisy yang mengarah ke tengkuk Sang Nabi, Muhammad keponakannya yang tersayang. Yang ia sayangi sebagaimana ia menyayangi anaknya sendiri Ali bin Abi Thalib. Tahu tidak? Abu Thalib bukanlah seorang muslim dalam melakukan semua itu. Betapa agungnya, dia bukan pemeluk agama islam, namun dia ikut berjuang!!. Dan Tahu tidak? Abu Thalib wafat dalam keadaan yang sama seperti dalam perjuangannya. Ya, dia wafat tanpa mengucapkan kalimat Laa Ilaa Ha Illa Allah.... Dia mati bertuhankan Latta, Hubal, dan Uzza. Dia mati kafir. Dan air mata Sang Nabi tumpah lagi. Tak ada yang dapat meramal Tuhan, tidak juga utusan-nya, Muhammad. Dan hari ini, tameng itu akhirnya bingkas, kaum kafir Quraisy menghembuskan nafas yang sudah sejak lama mereka tahan. "Akhirnya! Si Muhammad tak lagi bertameng!". Satu celah telah terbuka, kaum kafir Quraisy dialiri adrenalin yang membuncah untuk menghancurkan Muhammad yang tak pernah mereka rasakan sebelumnya. Pedang-pedang seakan bergetar, meraung-raung di balik sarung pedang mereka. Anak panah dan busurnya seakan ikut meronta di punggung mereka. Pisau-pisau haus darah. Dan ya, sungguh tepat kata Nabi, inilah Tahun Kesedihan itu. Jembatan perjuangan Islam jatuh satu penopangnya, hari-hari akan semakin berat. Mari kita hayati air mata Sang Nabi, dan bershalawatlah untuknya.

Dalam kitab Fiqhu Al-Shirah, karya Ramadhan Al Bauti, beliau tekankan "Bukan karena rasa sayang Nabi kepada dua orang ini yang membuat Tahun ini beliau namai Tahun Kesedihan" Lalu apa? Bukankah ini sudah cukup mengiris hati manusia cukup dalam? "Ya, namun alasan beliau menamai tahun ini Tahun Kesedihan, adalah betapa dahsyatnya kesulitan yang akan beliau temui di jalan dakwahnya setelah kepergian dua orang itu." Renungkan itu, kawan. Dia bersedih untuk jalan dakwahnya. Dia bersedih untuk umatnya, dia bersedih untuk kita.

Lihatlah beliau, suatu hari, seorang Kafir Quraiys mengolok-olok dia dengan menaburkan tanah di kepalanya. Sang Nabi pun terpakasa pulang dengan kepala penuh tanah. Mungkin, di tengah jalan pulang, banyak orang yang menertawakan kepalanya yang penuh tanah. Mungkin, ada yang meneriakkan ejekan-ejekan, bahkan mungkin ada yang memaki sambil tertawa terbahak-bahak. Tapi Nabi sampai di rumah dengan tangan bersih tanpa darah, tak menyentuh siapapun, tak melukai siapapun. Salah satu dari putrinya segera membasuh kepala nabi. Namun bukan cuma air yang mengalir di kepala beliau lalu jatuh menetes dari muka belaiu, tapi ternyata jatuh pula tetesan air mata anaknya. Ya, anaknya menangis tersedu-sedu. Ayahmu pulang dengan kepala penuh tanah, ulah seseorang yang masih sekampung bahkan mungkin tetangga, bisa jadi keluarga, maka kau menangis. Itu sesuatu yang wajar, namun apa sabda Nabi? ; Jangan menangis anakku, Allah selalu menjaga bapakmu ini.."

Jika, bapakku yang mengatakan ini, aku mungkin akan menangis semakin keras.

Tidak ada komentar:

 

Popular Posts

Tags

Akun (1) blegok (6) Catatan luka (36) DerapLangkah (11) gemes (1) Giyatta (7) Giyatta!! (3) HujanDeras (9) IN-g-AT (13) Kacau (31) KAYLA (3) LucuB (5) Mimpi (8) Minat n pengen (11) Naskah (7) Pesan (5) Puisi (4) salute (5) Sejuta hidup Sehari (45) Serius dikit (11) Shadowlight (16) SuPistik (6) tapi gak bakat (4) Ups (5) Wisata (7)

Ketikkan Saja